PENDAHULUAN
Kondrosarkoma ialah tumor ganas dengan ciri khas pembentukan
jaringan tulang rawan oleh sel-sel tumor dan merupakan tumor ganas tulang
primer terbanyak kedua setelah osteosarkoma. Kondrosarkoma merupakan tumor
tulang yang terdiri dari sel-sel kartilago (tulang rawan) anaplastik yang
berkembang menjadi ganas. Kondrosarkoma biasanya ditemukan pada daerah tulang
femur, humerus, kosta dan bagian permukaan pelvis. Tumor ini memiliki banyak
ciri dan bentuk perkembangan. Dari pertumbuhan yang lambat hingga pertumbuhan
metastasis yang agresif.
Kondrosarkoma dapat dibagi menjadi kondrosarkoma primer dan
sekunder. Untuk keganasan yang berasal dari kartilago itu sendiri disebut
kondrosarkoma primer. Sedangkan apabila merupakan bentuk degenerasi keganasan dari
penyakit lain seperti enkondroma, osteokondroma dan kondroblastoma disebut
kondrosarkoma sekunder. Kondrosarkoma sekunder kurang ganas dibandingkan
kondrosarkoma primer. Kondrosarkoma dapat diklasifikasi menjadi tumor sentral
atau perifer berdasarkan lokasinya di tulang.
II. EPIDEMIOLOGI
Menurut Spjut dkk. serta Lichtenstein, kondrosarkoma lebih
sering ditemukan pada pria daripada wanita, sedangkan Jaffe mengatakan, tidak
ada perbedaan insidens. Dari segi ras penyakit ini tidak ada perbedaan.
Meskipun tumor ini dapat terjadi pada seluruh lapisan usia, namun terbanyak
pada orang dewasa (20-40 tahun). Tujuh puluh enam persen, kondrosarkoma primer
berasal dari dalam tulang (sentral) sedangkan kondrosarkoma sekunder banyak
ditemukan berasal dari tumor jinak seperti osteokondroma atau enkondroma yang
mengalami transformasi. Pasien dengan ollier’s disease (enkondromatosis
multipel) atau maffucci’s syndrome (enkondroma multipel + hemangioma) memiliki
resiko lebih tinggi untuk menjadi kondrosarkoma daripada orang-orang normal dan
sering sekali muncul pada dekade ketiga dan keempat.
Di Amerika Serikat, kondrosarkoma merupakan tumor terbanyak
kedua dari 400 jenis tulang ganas primer dengan jumlah kasus 25% dari seluruh
keganasan tulang primer dan sekitar 11% dari seluruh keganasan tulang. Setiap
tahun, terdapat 90 kasus baru kondrosarkoma.
III. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Sistem muskuloskeletal tersusun dari tulang, kartilago,
sendi, bursa, ligamen dan tendon. Kartilago normal ditemukan pada sendi, tulang
rusuk, telinga, hidung, diskus intervertebra dan tenggorokan. Kartilago
tersusun dari sel (kondrosit dan kondroblast) dan matriks. Kondroblas dan
kondrosit memproduksi dan mempertahankan matriks. Matriks terdiri dari elemen
fibrous dan substansi dasar. Matriks ini kuat dan solid tetapi lentur. Matriks
organik terdiri dari serat-serat kolagen dalam gel semi padat yang kaya
mukopolisakarida yang disebut juga substansi dasar.
Kartilago memegang peranan penting dalam pertumbuhan panjang
tulang dan membagi beban tubuh. Tulang bertambah panjang akibat proliferasi sel
kartilago di lempeng epifisis. Selama pertumbuhan dihasilkan sel-sel tulang
rawan (kondrosit) baru melalui pembelahan sel di batas luar lempeng yang
berdekatan dengan epifisis. Saat kondrosit baru sedang dibentuk di batas
epifisis, sel-sel kartilago lama ke arah batas diafisis membesar. Kombinasi
proliferasi sel kartilago baru dan hipertrofi kondrosit matang menyebabkan
peningkatan ketebalan (lebar) tulang untuk sementara. Penebalan lempeng tulang
ini menyebabkan epifisis terdorong menjauhi diafisis. Matriks yang mengelilingi
kartilago tua yang hipertrofi dengan segera mengalami kalsifikasi.
Pada orang dewasa, kartilago tidak mendapat aliran darah,
limfe atau persarafan. Oksigen dan bahan-bahan metabolisme dibawa oleh cairan
sendi yang membasahi kartilago. Proses ini dihambat dengan adanya endapan
garam-garam kalsium. Akibatnya sel-sel kartilago tua yang terletak di batas
diafisis mengalami kekurangan nutrien dan mati.
Osteoklas kemudian membersihkan kondrosit yang mati dan
matriks terkalsifikasi yang mengelilinginya, daerah ini kemudian diinvasi oleh
osteoblas-osteoblas yang berkerumun ke atas dari diafisis, sambil menarik
jaringan kapiler bersama mereka. Penghuni baru ini meletakkan tulang di sekitar
bekas sisa-sisa kartilago yang terpisah-pisah sampai bagian dalam kartilago di
sisi diafisis lempeng seluruhnya diganti oleh tulang. Apabila proses osifikasi
telah selesai, tulang di sisi diafisis telah bertambah panjang dan lempeng
epifisis telah kembali ke ketebalan semula. Kartilago yang diganti oleh tulang
di ujung diafisis lempeng memiliki ketebalan yang setara dengan pertumbuhan
kartilago baru di ujung epifisis lempeng.
Ada tiga jenis kartilago yaitu: kartilago hialin, kartilago
elastis dan fibrokartilago. Kartilago hialin menutupi bagian tulang yang
menanggung beban tubuh pada sendi sinovial Kartilago ini memegang peranan
penting dalam membagi beban tubuh. Kartilago ini tersusun dari sedikit sel dan
sejumlah besar substansi dasar. Substansi dasar terdiri dari kolagen tipe II
dan proteoglikan yang dihasilkan oleh sel-sel kartilago. Proteoglikan sangat
hidrofilik sehingga memungkinkan menahan kerusakan sewaktu sendi menerima beban
berat. Kartilago hialin terletak pada epifisis tulang panjang.
IV. PREDILEKSI
Berdasarkan bentuk tulang, kondrosarkoma dapat mengenai
tulang pipih dan bagian epifisis tulang panjang. Kondrosarkoma dapat terkena
pada berbagai lokasi namun predileksi terbanyak pada lokasi proksimal seperti
femur, pelvis, dan humerus. Selain itu dapat pula mengenai rusuk, tulang
kraniofasial, sternum, skapula dan vertebra. Tumor ini jarang mengenai tangan
dan biasanya merupakan bentuk keganasan atau komplikasi dari sindrom
enkondromatosis multipel.
V. ETIOLOGI
Etiologi kondrosarkoma masih belum diketahui secara pasti.
Informasi etiologi kondrosarkoma masih sangat minimal. Namun berdasarkan
penelitian yang terus berkembang didapatkan bahwa kondrosarkoma berhubungan
dengan tumor-tumor tulang jinak seperti enkondroma atau osteokondroma sangat
besar kemungkinannya untuk berkembang menjadi kondrosarkoma. Tumor ini dapat
juga terjadi akibat efek samping dari terapi radiasi untuk terapi kanker selain
bentuk kanker primer. Selain itu, pasien dengan sindrom enkondromatosis seperti
Ollier disease dan Maffucci syndrome, beresiko tinggi untuk terkena
kondrosarkoma.
VI. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi kondrosarkoma primer maupun sekunder adalah
terbentuknya kartilago oleh sel-sel tumor tanpa disertai osteogenesis. Sel
tumor hanya memproduksi kartilago hialin yang mengakibatkan abnormalitas
pertumbuhan tulang dan kartilago. Secara fisiologis, kondrosit yang mati
dibersihkan oleh osteoklas kemudian dareah yang kosong itu, diinvasi oleh
osteoblas-osteoblas yang melakukan proses osifikasi. Proses osifikasi ini
menyebabkan diafisis bertambah panjang dan lempeng epifisis kembali ke
ketebalan semula. Seharusnya kartilago yang diganti oleh tulang di ujung
diafisis lempeng memiliki ketebalan yang setara dengan pertumbuhan kartilago
baru di ujung epifisis lempeng. Namun pada kondrosarkoma proses osteogenesis
tidak terjadi, sel-sel kartilago menjadi ganas dan menyebabkan abnormalitas
penonjolan tulang, dengan berbagai variasi ukuran dan lokasi.
Proses keganasan kondrosit dapat berasal dari perifer atau
sentral. Apabila lesi awal dari kanalis intramedular, di dalam tulang itu
sendiri dinamakan kondrosarkoma sentral sedangkan kondrosarkoma perifer apabila
lesi dari permukaan tulang seperti kortikal dan periosteal. Tumor kemudian
tumbuh membesar dan mengikis korteks sehingga menimbulkan reaksi periosteal pada
formasi tulang baru dan soft tissue.
VII. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
meliputi pemeriksaan radiologi dan patologi anatomi.
VII.1 Diagnosis Klinis
Manifestasi klinis kondrosarkoma ini sangat beragam. Pada
umumnya penyakit ini memiliki perkembangan yang lambat, kecuali saat menjadi
agresif.
Gejala Kondrosarkoma
Berikut adalah gejala yang bisa ditemukan pada
kondrosarkoma:
1. Nyeri
Nyeri merupakan gejala yang paling banyak ditemukan. Sekitar
75% pasien kondrosarkoma merasakan nyeri. Gejala nyeri yang ditimbulkan
tergantung pada predileksi serta ukuran tumor. Gejala dini biasanya berupa
nyeri yang bersifat tumpul akibat pembesaran tumor yang perlahan-lahan. Nyeri
berlangsung lama dan memburuk pada malam hari. Saat istirahat nyeri tidak
menghilang. Nyeri diperberat oleh adanya fraktur patologis.
2. Pembengkakan
Pembengkakan lokal biasa ditemukan.
3. Massa yang teraba
Teraba massa yang diakibatkan penonjolan tulang.
4. Frekuensi miksi meningkat
Manifestasi klinis ini ditemukan pada kondrosarkoma di
pelvis.
Namun semua manifestasi klinis ini tidak selalu ada di
setiap kondrosarkoma. Gejala yang ditimbulkan tergantung dari gradenya. Pada
grade tinggi, selain pertumbuhan tumor cepat juga disertai nyeri yang hebat.
Sedangkan pada grade rendah, pertumbuhan tumor lambat dan biasanya disertai
keluhan orang tua seperti nyeri pinggul dan pembengkakan.
Penentuan Grade dan Stage dari Kondrosarkoma
Grade(G) dilihat dari agresif tidaknya tumor tersebut.
Disebut grade rendah (G1) apabila jinak dan grade tinggi (G2) bila agresif.
Penilaian grade kondrosarkoma dapat juga melalui pemeriksaan mikroskopis Pada
grade rendah biasanya sel tumor masih mirip dengan sel normal dan
pertumbuhannya lambat serta kemungkinan metastase sangat kecil. Pada grade
tinggi, sel tumor tampak abnormal dengan pertumbuhan dan kemampuan metastase
yang sangat cepat. Kebanyakan kondrosarkoma itu berada pada grade rendah. Grade
tinggi kondrosarkoma lebih sering akibat rekurensi dan metastase ke bagian
tubuh yang lain. Yang termasuk grade rendah adalah kondrosarkoma sekunder
sedangkan yang termasuk grade tinggi adalah kondrosarkoma primer.
Tujuan penentuan stage ialah mendeskripsikan ukuran dan mengetahui
apakah sel tumor ini telah bermetastase di luar lokasi aslinya. Untuk lokasi
anatomi, dituliskan (T1) jika tumor tersebut berada di dalam tulang dan (T2)
jika diluar tulang.
Berikut ini adalah penentuan stage kondrosarkoma:
Stage 1A merupakan tumor grade rendah di dalam tulang
Stage 1B merupakan tumor grade rendah di luar tulang yang
meliputi soft tissue spaces, nervus dan pembuluh darah.
Stage 2A merupakan tumor grade tinggi di lapisan keras
tulang.
Stage 2B merupakan tumor grade tinggi di luar tulang yang
meliputi soft tissue spaces, nervus dan pembuluh darah.
Stage 3 merupakan tumor grade rendah-tinggi, bisa di dalam
atau di luar tulang namun telah mengalami metastase.
Apabila didapatkan keterlibatan kelenjar limfa regional maka
disebut N1 sedangkan N0 apabila tidak didapatkan keterlibatan kelenjar limfe
regional. Jika didapatkan metastase disebut sebagai M1 dan jika tidak
didapatkan metastase disebut M0. Kondrosarkoma biasa bermetastase pada
paru-paru, namun dapat juga bermetastase pada tulang, liver, ginjal, payudara
atau otak.
VII.2 Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan penting dalam
usaha penegakan diagnosis tumor. Pada kondrosarkoma, pemeriksaan radiologi yang
dapat dilakukan meliputi foto konvensional, CT scan, dan MRI. Selain itu,
kondrosarkoma juga dapat diperiksa dengan USG dan Nuklear Medicine.
Foto konvensional
Foto konvensional merupakan pemeriksaan penting yang
dilakukan untuk diagnosis awal kondrosarkoma. Baik kondrosarkoma primer atau
sentral memberikan gambaran radiolusen pada area dekstruksi korteks. Bentuk
destruksi biasanya berupa pengikisan dan reaksi eksternal periosteal pada
formasi tulang baru. Karena ekspansi tumor, terjadi penipisan korteks di
sekitar tumor yang dapat mengakibatkan fraktur patologis. Scallop erosion pada
endosteal cortex terjadi akibat pertumbuhan tumor yang lambat dan permukaan
tumor yang licin. Pada kondrosarkoma, endosteal scalloping kedalamannya lebih
dari 2/3 korteks, maka hal ini dapat membedakan kondrosarkoma dengan enkondroma.
Gambaran kondrosarkoma lebih agresif disertai destruksi tulang, erosi korteks
dan reaksi periosteal, jika dibandingkan dengan enkondroma.
Tidak ada kriteria absolut untuk penentuan malignansi. Pada
lesi malignan, penetrasi korteks tampak jelas dan tampak massa soft tissue
dengan kalsifikasi. Namun derajat bentuk kalsifikasi matriks ini dapat
dijadikan patokan grade tumor. Pada tumor yang agresif, dapat dilihat gambaran
kalsifikasi matriks iregular. Bahkan sering pula tampak area yang luas tanpa
kalsifikasi sama sekali. Destruksi korteks dan soft tissue di sekitarnya juga
menunjukkan tanda malignansi tumor. Jika terjadi destruksi dari kalsifikasi
matriks yang sebelumnya terlihat sebagai enkondroma, hal tersebut menunjukkan
telah terjadi perubahan ke arah keganasan menjadi kondrosarkoma.
CT scan
Dari 90% kasus ditemukan gambaran radiolusen yang berisi
kalsifikasi matriks kartilago. Pada pemeriksaan CT scan didapatkan hasil lebih
sensitif untuk penilaian distribusi kalsifikasi matriks dan integritas korteks.
Endosteal cortical scalloping pada tumor intramedullar juga terlihat lebih
jelas pada CT scan dibandingkan dengan foto konvensional. CT scan ini juga
dapat digunakan untuk memandu biopsi perkutan dan menyelidiki adanya proses
metastase di paru-paru.
VII.3 Pemeriksaan Patologi Anatomi
Gambaran makroskopis pada kebanyakan tumor memperlihatkan
sifat kartilaginosa; besar dengan penampilan berkilau dan berwarna
kebiru-biruan. Secara mikroskopis, beberapa tumor berdiferensiasi baik dan
sulit dibedakan dengan enkondroma bila hanya berdasakan pada gambaran
histologis saja. Kecurigaan kearah keganasan apabila sel berinti besar, inti
multipel dalam suatu sel tunggal atau adanya beberapa kondroblas dalam satu
lakuna. Diantara sel tersebut terdapat matriks kartilaginosa yang mungkin
disertai dengan kalsifikasi atau osifikasi.
Konfirmasi patologi anatomi diperlukan untuk diagnosis dan
optimalisasi manajemen terapi. Biopsi sering dilakukan sebagai langkah awal
penanganan. Biopsi perkutaneus dengan tuntunan imaging akan sangat membantu
pada beberapa kasus tertentu. USG dilakukan sebagai penuntun biopsi jarum halus
pada soft tissue, sedangkan CT scan digunakan sebagai penuntun untuk biopsi
jarum halus pada tulang. Perubahan patologis antara tumor jinak dan tumor ganas
grade rendah sangat sulit dinilai. Biopsi jarum halus kurang baik untuk
memastikan diagnostik patologis dan biasanya sering dikonfirmasi dengan biopsi
bedah terbuka.
Klasifikasi kondrosarkoma berdasarkan patologi anatomi:
1. Clear cell chondrosarcoma:
Clear cell chondrosarcoma termasuk grade rendah dengan
pertumbuhan yang lambat dan secara khas terdapat di epifisis tulang-tulang
tubular terutama pada femur dan humerus.
Sesuai dengan namanya, biopsi dari tumor ini akan
menunjukkan clear cell dengan banyak vakuola besar. Akan tampak pula lobular
cartilaginous di dalam clear cells, multinucleated giant cells, mitosis
sedikit, dan susunan matriks menjadi sedikit disertai kalsifikasi fokal.
2. Mesenchymal chondrosarcoma
Di bawah mikroskop, selnya berbentuk lingkaran kecil/oval
dari spindled neoplastic cells dengan gumpalan ireguler kromatin dan nukleoli.
Terjadi peningkatan perubahan mitosis dan penipisan kartilago.
3. Dedifferentiated chondrosarcoma
Dediffentiated chondrosarcoma sekitar 10% dari seluruh tipe
kondrosarkoma. Sifat khasnya adalah gabungan antara grade rendah kondrosarkoma
dan proses keganasan degeneratif, di mana terjadi keganasan soft tissue yang
utuh sehingga tidak dapat diidentifikasi lagi sebagai keganasan kartilago.
Biasanya pada pasien berusia 60 tahun ke atas.
Pada gambaran patologi anatomi tampak ikatan antara sel
kartilago dan nonkartilago, stroma kondroid, sel kondrosit mengecil dan nukleus
padat dengan disertai beberapa pembesaran.
4. Juxtacortical chondrosarcoma
Juxtacortical chondrosarcoma merupakan 2% dari seluruh
kondrosarkoma. Lesi umumnya terletak pada bagian metafisis femur, jarang pada
diafisis.
VIII. DIAGNOSIS BANDING
Kondrosarkoma biasanya berasal dari tulang normal, atau
merupakan perubahan ganas dari kelainan jinak seperti osteokondroma dan
enkondroma.
VIII.1 Osteokondroma
Osteokondroma atau eksostosis osteokartilagenus adalah
pertumbuhan tulang dan tulang rawan yang membentuk tonjolan di daerah
metafisis. Tonjolan ini menimbulkan pembengkakan atau gumpalan. Kelainan ini
selalu muncul di daerah metafisis dan tulang yang sering terkena adalah ujung
distal femur, ujung proksimal tibia, dan humerus.
Osteokondroma ini perlu dibedakan dengan osteokondroma
bawaan yang predileksinya di daerah diafisis dan bersifat multipel.
Osteokondroma terdiri atas dua tipe, yaitu tipe bertangkai dan tipe sesil yang
mempunyai dasar lebar.
Perubahan ke arah ganas hanya satu persen. Eksisi dilakukan
bila kelainan cukup besar sehingga tampak di bawah kulit atau, bila mengganggu.
VIII.2 Enkondroma
Enkondroma merupakan tumor jinak pada kartilago displastik
yang biasanya berupa lesi soliter pada bagian intramedullar tulang dan
metafisis tulang tubular. Hal yang penting pada penyakit ini adalah komplikasi,
terutama fraktur patologis atau perubahan bentuk ke arah keganasan yang
disertai fraktur patologis.
Pada foto konvensional enkondroma memberikan gambaran berupa
radiolusen yang berbatas tegas di daerah medulla. Tampak pula kalsifikasi
seperti cincin dan pancaran (ring and arcs) yang berbatas tegas, membesar dan
menipis, khususnya pada daerah tangan dan kaki. Pada tulang panjang, bentuk
kalsifikasinya mungkin sulit dibedakan
dengan kalsifikasi distropik pada infark tulang.
IX. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan kondrosarkoma merupakan bentuk kerja tim
antara dokter dengan profesional kesehatan lainnya. Para radiologist,
diperlukan untuk melihat faktor- faktor untuk evaluasi kecepatan perkembangan
tumor, diagnosis spesifik, dan pembesaran tumor. Perawat dan ahli gizi,
terlibat menjelaskan kepada pasien efek samping dari penanganan kondrosarkoma
dan memberikan dorongan kesehatan makanan untuk membantu melawan efek samping
tersebut.
Jenis terapi yang diberikan kepada pasien tergantung pada
beberapa hal seperti:
1. Ukuran dan lokasi dari kanker
2. Menyebar tidaknya sel kanker tersebut.
3. Grade dari sel kanker tersebut.
4. Keadaan kesehatan umum pasien
Pasien dengan kondrosarkoma memerlukan terapi kombinasi
pembedahan (surgery), kemoterapi dan radioterapi.
IX.1 Surgery
Langkah utama penatalaksanaan kondrosarkoma pembedahan
karena kondrosarkoma kurang berespon terhadap terapi radiasi dan kemoterapi.
Variasi penatalaksanaan bedah dapat dilakukan dengan kuret intralesi untuk lesi
grade rendah, eksisi radikal, bedah beku hingga amputasi radikal untuk lesi
agresif grade tinggi. Lesi besar yang rekuren penatalaksanaan paling tepat
adalah amputasi.
IX.2 Kemoterapi
Kemoterapi, meskipun bukan yang paling utama, namun ini
diperlukan jika kanker telah menyebar ke area tubuh lainnya. Terapi ini
menggunakan obat anti kanker (cytotoxic) untuk menghancurkan sel-sel kanker.
Namun kemoterapi dapat memberikan efek samping yang tidak menyenangkan bagi
tubuh. Efek samping ini dapat dikontrol dengan pemberian obat.
IX.3 Radioterapi
Prinsip radioterapi adalah membunuh sel kanker menggunakan
sinar berenergi tinggi. Radioterapi diberikan apabila masih ada residu tumor,
baik makro maupun mikroskopik. Radiasi diberikan dengan dosis per fraksi 2,5 Gy
per hari dan total 50-55 Gy memberikan hasil bebas tumor sebanyak 25% 15 tahun
setelah pengobatan. Pada kasus-kasus yang hanya menjalani operasi saja
menunjukkan kekambuhan pada 85%. Efek samping general radioterapi adalah nausea
dan malasea. Efek samping ini dapat diminimalkan dengan mengatur jarak dan
dosis radioterapi.
X. PROGNOSIS
Prognosis untuk kondrosarkoma ini tergantung pada ukuran,
lokasi dan grade dari tumor tersebut. Usia pasien juga sangat menentukan
survival rate dan prognosis dari penyakit ini. Pasien anak-anak memiliki
mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasien dewasa.
Penanganan pada saat pembedahan sangat menentukan prognosis
kondrosarkoma karena jika pengangkatan tumor tidak utuh maka rekurensi lokal
bisa terjadi. Sebaliknya apabila seluruh tumor diangkat, lebih dari 75%
penderita dapat bertahan hidup. Rekurensi kondrosarkoma biasa terjadi 5–10
tahun setelah operasi dan tumor rekuren bersifat lebih agresif serta bergrade
lebih tinggi dibanding tumor awalnya. Walaupun bermetastasis, prognosis
kondrosarkoma lebih baik dibandingkan osteosarkoma.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Wawancara
Dapatkan riwayat kesehatan, proses penyakit, bagaimana
keluarga dan pasien mengatasi masalahnya dan bagaimana pasien mengatasi nyeri
yang dideritanya. Berikan perhatian khusus pada keluhan misalnya : keletihan,
nyeri pada ekstremitas, berkeringat pada malam hari, kurang nafsu makan, sakit
kepala, dan malaise.
b. Pemeriksaan fisik
Teraba massa tulang dan peningkatan suhu kulit di atas massa
serta adanya pelebaran vena, Pembengkakan pada atau di atas tulang atau
persendian serta pergerakan yang terbatas.
Nyeri tekan / nyeri lokal pada sisi yang sakit, mungkin
hebat atau dangkal sering hilang dengan posisi flexi, anak berjalan pincang,
keterbatasan dalam melakukan aktifitas, tidak mampu menahan objek berat, Kaji
status fungsional pada area yang sakit, tanda-tanda inflamasi, nodus limfe
regional.
c. Pemeriksaan
Diagnostik
Radiografi,
tomografi, pemindaian tulang, radisotop, atau biopsi tulang bedah, tomografi
paru, tes lain untuk diagnosis banding, aspirasi sumsum tulang (sarkoma
ewing).(Wong, 2003)
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
YANG MUNGKIN MUNCUL
a. Nyeri akut
berhubungan dengan agen cedera biologi
b. Koping tidak efektif
berhubungan dengan rasa takut tentang ketidak tahuan, persepsi tentang proses
penyakit, dan sistem pendukung tidak adekuat
c. Nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status hipermetabolik berkenaan dengan
kanker.
d. Gangguan harga diri
karena hilangnya bagian tubuh atau perubahan kinerja peran
(Doengesm 1999)
(Doengesm 1999)
e. Berduka
berhubungan dengan kemungkinan kehilangan alat gerak (Wong, 2003)
3. RENCANA INTERVENSI
a. Dx 1
Tujuan: klien mengalami pengurangan nyeri
KH :
Mengikuti
aturan farmakologi yang ditentukan
Mendemontrasikan
penggunaan keterampilan relaksasi dan aktifitas hiburan sesuai indikasi situasi
individu.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1. Kaji status nyeri (
lokasi, frekuensi, durasi, dan intensitas nyeri
2. Berikan lingkungan yang
nyaman, dan aktivitas hiburan ( misalnya : musik, televisi )
3. Ajarkan teknik manajemen
nyeri seperti teknik relaksasi napas dalam, visualisasi, dan bimbingan
imajinasi
4. Kolaborasi : Berikan
analgesik sesuai kebutuhan untuk nyeri.
|
memberikan data dasar untuk menentukan dan mengevaluasi
intervensi yang diberikan.
Meningkatkan relaksasi klien
Meningkatkan relaksasi yang dapat menurunkan rasa nyeri
klien
Mengurangi nyeri dan spasme otot
(Doenges, 1999) |
b. Dx 2
Tujuan : Mendemonstrasikan penggunaan mekanisme koping
efektif dan partisipasi aktif dalam aturan pengobatan
KH :
Pasien
tampak rileks
Melaporkan
berkurangnya ansietas
Mengungkapkan
perasaan mengenai perubahan yang terjadi pada diri klien
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1. Motivasi pasien dan keluarga
untuk mengungkapkan perasaan
2. Berikan lingkungan yang nyaman
dimana pasien dan keluarga merasa aman untuk mendiskusikan perasaan atau
menolak untuk berbicara
3. Pertahankan kontak sering dengan
pasien dan bicara dengan menyentuh pasien
4. Berikan informasi akurat,
konsisten mengenai prognosis
|
Memberikan kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa
takut serta kesalahan konsep tentang diagnosis
Membina hubungan saling percaya dan membantu pasien untuk
merasa diterima dengan kondisi apa adanya
Memberikan keyakinan bahwa pasien tidak sendiri atau
ditolak.
Menurunkan ansietas dan memungkinkan pasien membuat
keputusan atau pilihan sesuai realita.
(Doenges, 1999 |
c. Dx 3
Tujuan : mengalami peningkatan asupan nutrisi yang adekuat
KH : penambahan berat badan, bebas tanda malnutrisi, nilai
albumin dalam batas normal ( 3,5 – 5,5 g% ).
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1. Catat asupan makanan
setiap hari
2. Ukur tinggi, berat badan,
ketebalan kulit trisep setiap hari.
3. Berikan diet TKTP dan
asupan cairan adekuat.
4. Kolaborasi : Pantau hasil
pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi.
|
Mengidentifikasi kekuatan atau defisiensi nutrisi
Mengidentifikasi keadaan malnutrisi protein kalori
khususnya bila berat badan dan pengukuran antropometrik kurang dari normal
Memenuhi kebutuhan metabolik jaringan. Asupan cairan
adekuat untuk menghilangkan produk sisa.
Membantu mengidentifikasi derajat malnutrisi
(Doenges, 1999) |
d. Dx 4
Tujuan : mengungkapan perubahan pemahaman dalam gaya hidup
tentang tubuh, perasaan tidak berdaya, putus asa dan tidak mampu.
KH : Mulai mengembangkan mekanisme koping untuk menghadapi
masalah secara efektif.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1. Diskusikan dengan orang terdekat
pengaruh diagnosis dan pengobatan terhadap kehidupan pribadi pasien dan
keluarga.
2. Motivasi pasien dan keluarga
untuk mengungkapkan perasaan tentang efek kanker atau pengobatan.
3. Pertahankan kontak mata selama
interaksi dengan pasien dan keluarga dan bicara dengan menyentuh pasien
|
R/ membantu dalam memastikan masalah untuk memulai proses
pemecahan masalah.
Membantu dalam pemecahan masalah
R/ menunjukkan rasa empati dan menjaga hubungan saling
percaya dengan pasien dan keluarga. (Doenges, 1999)
|
e. Dx. 5
Tujuan : Keluarga dan klien siap menghadapi kemungkinan
kehilangan anggota gerak.
KH :
Pasien
menyesuaikan diri terhadap kehilangan anggota gerak
Mengalami
peninggkatan mobilitas
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1. Lakukan pendekatan langsung
dengan klien.
2. Diskusikan kurangnya alternatif
pengobatan.
3. Ajarkan penggunaan alat bantu
seperti kursi roda atau kruk sesegera mungkin sesuai dengan kemampuan pasien
4. Motivasi dan libatkan pasien
dalam aktifitas bermain
|
Meningkatkan rasa percaya dengan klien
Memberikan dukungan moril kepada klien untuk menerima
pembedahan
Membantu dalam melakukan mobilitas dan meningkatkan
kemandirian pasien
secara tidak langgsung memberikan latihan mobilisasi
(Wong, 2003) |
4. IMPLEMENTASI
Lakukan sesuai dengan Intervensi
5. EVALUASI
1. Pasien mampu
mengontrol nyeri
a. Melakukan teknik
manajemen nyeri,
b. Patuh dalam pemakaian
obat yang diresepkan.
c. Tidak mengalami
nyeri atau mengalami pengurangan nyeri saat istirahat, selama menjalankan
aktifitas hidup sehari-hari
2. Memperlihatkan pola
penyelesaian masalah yang efektif.
a. Mengemukakan
perasaanya dengan kata-kata
b. Mengidentifikasi
kemampuan yang dimiliki pasien
c. Keluarga mampu
membuat keputusan tentang pengobatan pasien
3. Masukan nutrisi yang
adekuat
a. Mengalami
peningkatan berat badan
b. Menghabiskan makanan
satu porsi setiap makan
c. Tidak ada tanda
– tanda kekurangan nutrisi
4. Memperlihatkan konsep
diri yang positif
a. Memperlihatkan
kepercayaan diri pada kemampuan yang dimiliki pasien
b. Memperlihatkan
penerimaan perubahan citra diri
c. Klien dan
keluarga siap intuk menghadapi kemungkinan amputasi
No comments:
Post a Comment