Monday 9 March 2015

lp : Laporan Pendahuluan Peraktur

BAB II
TINJAUAN TEORI

A.    DEFINISI FRAKTUR
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. (Brunner & Suddarth,2002).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, Arif, et al, 2000). Sedangkan menurut Linda Juall C, dalam buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. Pernyataan ini sama yang diterangkan dalam buku Luckman and Sorensen’s Medical Surgical Nursing
Fraktur adalah terputusnya kontuinitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smelter & Bare, 2002).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang ditandai oleh rasa nyeri, pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, pemendekan, dan krepitasi (Doenges, 2000).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpukan bahwa fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang dapat disebabkan oleh trauma,  ruda paksa atau oleh penyebab patologis, yang dapat digolongkan sesuai dengan jenis dan kontinuitasnya.

B.     EPIDEMIOLOGI
                        Negara Indonesia merupakan negara berkembang yang berada dalam taraf halusinasi menuju industrialisasi tentunya akan mempengaruhi peningkatan mobilisasi masyarakat /mobilitas masyarakat yang meningkat otomatisasi terjadi peningkatan penggunaan alat-alat transportasi /kendaraan bermotor khususnya bagi masyarakat yang tinggal diperkotaan. Sehingga menambah “kesemrawutan” arus lalu lintas. Arus lalu lintas yang tidak teratur dapat meningkatkan kecenderungan terjadinya kecelakaan kendaraan bermotor. Kecelakaan tersebut sering kali menyebabkan cidera tulang atau disebut fraktur. Fraktur radius ulna yang paling sering terjadi adalah fraktur radius ulna pars sepertiga distal. Fraktur ini mencakup 14% dari kasus fraktur tulang panjang yang muncul.  Untuk fraktur femur yang terbagi dalam beberapa klasifikasi misalnya saja pada fraktur collum, fraktur subtrochanter femur ini banyak terjadi pada wanita tua dengan usia lebih dari 60 tahun dimana tulang sudah mengalami osteoporotik, trauma yang dialami oleh wanita tua ini biasanya ringan (jatuh terpeleset di kamar mandi) sedangkan pada penderita muda ditemukan riwayat mengalami kecelakaan. Sedangkan fraktur batang femur, fraktur supracondyler, fraktur intercondyler, fraktur condyler femur banyak terjadi pada penderita laki – laki dewasa karena kecelakaan ataupun jatuh dari ketinggian. Sedangkan fraktur batang femur pada anak terjadi karena jatuh waktu bermain dirumah atau disekolah.Sementara ini diperkirakan 1 dari 3 wanita dan 1 dari 12 pria di atas usia 50 tahun di seluruh dunia mengidap osteoporosis. Ini menambah kejadian jutaan fraktur lainnya pertahunnya yang sebagian besar melibatkan lumbar vertebra, panggul dan pergelangan tangan (wrist), dari tulang rusuk juga umum terjadi pada pria.

C.    ANATOMI-FISIOLOGI
1.      TULANG
Tulang membentuk rangka penunjang dan perlindungan bagi tubuh dan tempat melekatnya otot-otot yang menggerakkan kerangka tubuh. Tulang panjang disusun untuk menyangga berat badan dan gerakan, ruang di tengah tulang-tulang tertentu berisi jaringan hematopoietik yang membentuk berbagai sel darah. Tulang juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium
a.       Fungsi tulang
§  Sebagai formasi krangka, dengan membentuk rangka tubuh, menentukan bentuk dan ukuran tubuh.
§  Pergerakan, yaitu untuk berbagai aktifitas selama pergerakan.
§  Perlindungan, yaitu melindungi organ-organ yang lunak dalam tubuh.
§  Hemtopoiesis yaitu pembentukan sel-sel darah merah yang terjadi pada sumsum tulang merah.
§  Tempat penyimpanan mineral, antara lain kalsium dan fospor.
b.      Komposisi jaringan tulang
Tulang terdiri dari sel-sel (osteosit, osteoblash dan osteoklas) dan matrik ekstraseluler yang tersusun dari serat-serat kolagen organik yang tertanam pada substansi dasar dan garam-garam anorganik tulang seperti fospor dan kalsium.

c.       Klasifikasi tulang
Klasifikasi tulang menurut bentuknya terbagi atas :
§  Tulang panjang yaitu tulang yang berbentuk silindris, yang terdiri dari diafisis dan efifisis yang berfungsi untuk menahan berat tubuh dan berperan dalam pergerakan.
§  Tulang pendek yaitu tulang yang berstruktur kuboid yang biasanya ditemukan berkelompok yang berfungsi memberikan kekuatan dan kekompakan pada area yang pergerakannya terbatas.
§  Tulang pipih yaitu tulang yang strukturnya mirip lempeng yang berfungsi untuk memberikan suatu permukaan yang meluas untuk perlengketan otot dan memberikan perlindungan.
§  Tulang ireguler yaitu tulang yang bentuknya tidak beraturan dengan struktur tulang yang sama dengan tulang pendek.
§  Tulang sesamoid yitu tulang kecil bulat yang masuk dalam pormasi persendian yang bersambung dengan kartilago, ligamentum atau tulang lainnya.

2.      PERSENDIAN
Persendianadalah adalah pertemuan antara 2 buah tulang atau beberapa tulang kerangka. Suatu persendian terjadi saat permukaan dari 2 tulang bertemu yang memungkinkan adanya pergerakan atautidak  yang bergantung pada sambungannya.
a.       Klasifikasi pesendian secara struktural terbagi menjadi
§  Persendian fibrosa, yaitu persendian yang tidak memiliki rongga sendi dan diperkokoh dengan jaringan ikat fibrosa.
§  Persediaan kartilago yaitu persendian yang tidak memiliki rongga sendi dan diperkokoh dengan jaringan kartilago
§  Persendian sinovial yaitu persendian yang memiliki rongga sendi dan diperkokoh dengan kapsul dan ligamen artikular yang membungkusnya.
b.      Klasifikasi persendian menurut fungsinya dibagi menjadi :
§  Sendi sinartosis (sendi mati), sendi ini dibungkus dengan jaringan ikat fibrosa atau kartilago. Sendi jenis ini adalah antara lain :
-          Sutura, yaitu sendi yang dihubungkan dengan jaringan ikat fibrosa rapat yang hanya ditemukan pada tulang tengkorak. Contohn : sutura sagital dan parietal.
-          Sinkodrosis, yaitu sendi yang tulang-tulangnya dihubungkan dengan kartilagi hialin. Contoh : lempeng epifisis sementara antara epifisis dan diafisis pada tulang panjang anak.
§  Sendi amfiartosis (sendi dengan pergerakan terbatas). Sendi ini memungkinkan gerakan terbatas sebagai respon terhadap torsi dan kompresi. Sendi jenis ini antara lain adalah :
-          Simfisis, adalah sendi yang kedua tulangnya dihubungkan dengan diskus kartilago, yang menjadi bantalan sendi dan memungkinkan terjadinya sedikit gerakan. Contoh: simpisis pubis.
-          Sindesmosis, terbentuk saat tulang-tulang yang berdekatan dihubungkan dengan serat-serat jaringan ikat kolagen. Contoh : ditemukan pada tulang yang bersisihan seperti radius dan ulna, serta tibia dan fibula.
-          Gomposis, adalah sendi dimana tulang berbentuk kerucut masuk dengan pas dalam kantong tulang seperti pada gigi yang tertanam pada tulang rahang.
§  Sendi  diartosis (sendi dengan pergerakan bebas) disebut juga sendi sinovial. Sendi ini memiliki rongga sendi yang berisi cairan sinovial yang terdiri dari :
-          Sendi sferoidal yang terdiri dari sebuah tulang yang masuk kedalam rongga berbentuk cangkir pada tulang lain.Contoh : sendi panggul dan bahu
-          Sendi engsel, terdiri dari sebuah tulang yang masuk dengan pas pada permukaan konkaf tulang kedua, sehingga memungkinkan gerakan satu arah
-          Sendi kisar, yaitu tulang bentuk kerucut yang masuk pas cekungan tulang kedua dan dapat berputar kesemua arah. Contoh : tulang atlas, persendian bagian kepala
-          Sendi kondiloid, merupakan sendi biaksial yang memungkinkan gerakan kedua arah disudut kanan setiap tulang. Contoh : sendi antara tulang radiusdan tulang karpal.
-          Sendi pelana, permukaan tulang yang berartikulasi berbentuk konkaf disatu sisi dan konkaf pada sisi lain, sehingga tulang akan masuk dengan pas seperti dua pelana yang saling menyatu. Satu-satunya sendi pelana sejati yang ada dalam tubuh adalah persediaan antara tulang karpal dan metakarpal pada ibu jari.
-          Sendi peluru adalah salah satu sendi yang permukaan kedua tulang berartikulasi berbentuk datar, sehingga memungkinkan gerakan meluncur antara satu tulang dengan tulang yang lainnya. Persendian seperti ini disebut sendi nonaksia.

c.       Pergerakan sendi
            Pergerakan sendi merupakan hasil kerja otot rangka yang melekat pada tulang dan membentuk artikulasi dengan cara memberikan tenaga. Tulang hanya berfungsi sebagai pengungkit dan sendi sebagai penumpu.
       Beberapa pergerakan sendi antara lain :
§  Fleksi, adalah gerakan memperkecil sudut antara dua tulang. Contoh : saat menekuk siku, menekuk lutut atau menekuk torso kearah lain.
-          Dorsofleksi, adalah gerakan menekuk telapak kaki dipergelangan kearah depan (meninggalkan dairah dorsal kaki)
-          Plantar fleksi adalah gerakan meluruskan telapak kaki pada pergelangan kaki.
§  Ekstensi, adalah gerakan yang memperbesar sudut antara dua tulang
§  Abduksi, adalah gerakan bagian tubuh menjauhi garis tengah tubuh seperti gerakan abduksi jari tangan dan jari kaki.
§  Aduksi, adalah gerakan tubuh saat kembali keaksis utama tubuh (kebalikan dari gerakan abduksi)
§  Rotasi, adalah gerakan tulang yang berputar disekitar aksis pusat tulang itu sendi tanpa mengalami dislokasi lateral, seperti saat menggelengkan kepala untuk menyatakan tidak.
-          Pronasi, adalah rotasi medial lengan bawah dalam posisi anatomis yang mengakibatkan telapak tangan menghadap kebelakang.
-          Supinasi yaitu rotasi lateral lengan bawah yang mengakibatkan telapak tangan menghadap kedepan.
§  Sirkumduksi, adalah kombinasi dari semua gerakan argular dan berputar untuk membuat suatu ruang berbentuk kerucut seperti saat menagyunkan lengan berbentuk putaran
§  Inversi, adalah gerakan sendi pergelangan kaki yang memungkinkan tulapak kaki menghadap kedalam atau kearah medial
§  Eversi, adalah pergerakan sendi pergelangan kaki yang memungkinkan tulapak kaki menghadap kearah luar
§  Protaksi, adalah memajukan bagian tubuh seperti saat menonjolkan rahang bawah kedepan atau memfleksi girdel pektoral untuk membungkuskan dada
§  Retraksi, adalah gerakan menarik bagian tubuh kearah belakang seperti saat menstraksi mandibula
§  Elevasi adalah pergerakan suatu struktur kearah superiorseperti saat mengatupkan mulut
§  Depresi adlah menggerakkan suatu struktur kearah inferior, seperti saat membuka mulut.

3.      OTOT

Struktur jaringan otot dikhususkan untuk melakukan gerakan, baik oleh badan secara keseluruhan gerakan, baik oleh badan secara keseluruhan maupun oleh berbagai bagian tubuh yang satu terhadap yang lain. Sel-sel otot sangat berkembang dalam fungsi kontraktil dan tidak begitu berkembang dalam hal konduktivitas. Kekhususan ini meliputi pemanjangan sel-selnya sesuai sumbu kontroksi.

Pada jaringan otot, sel-sel atau serat otot itu biasanya bergabung dalam berkas-berkas, sehingga jaringan otot tidak hanya terdiri atas serat-serat otot saja. Karena harus melakukan kerja mekanis, serat-serat otot memerlukan banyak kapiler darah yang mendatangkan makanan dan oksigen, dan mengangkut keluar produk sisa toksik. Pembuluh-pembuluh darah itu terdapat di dalam jaringan ikat fibrosa, yang juga berguna untuk mengikat serat-serat otot menjadi satu dan sebagai pembungkus, pelindung sehingga tarikan dapat berlangsung secara efektif.
Komponen-komponen sel-sel otot seperti hal-hal yang lain, tetapi memiliki istilah khusus, membran sel disebut sarkolema, sitoplasma disebut sarkoplasma, retikulum endoplasma disebut retikulum sarkoplasma, dan mitokondria disebut sarkosoma. Ada tiga macam otot digolongkan berdasarkan struktur dan fungsi, yaitu otot rangka, otot jantung, dan otot polos.

a.       Otot Rangka
Otot rangka disebut juga otot lurik karena sesuai namanya mempunyai bagian yang gelap dan terang menyerupai garis lurik. Otot lurik ini terdiri dari serabut-serabut otot, apabila menggabung semuanya disebut kulit. Setiap gabungan serabut diselaputi oleh suatu selaput disebut fasia propria.Gabungan dari seluruh serabut diseluputi lagi oleh fase supersial.

b.      Otot Polos
Otot polos berbentuk kumparan, yaitu kedua ujungnya meruncing dengan bagian tengahnya membesar dan mempunyai satu inti sel. Kerja otot polos tidak dipengaruhi oleh kehendak
kita, maka otot ini disebut otot tak sadar. Otot polos mempunyai karakteristik yang lain, yaitu: tidak melekat pada tulang, aktivitasnya lambat dan teratur, mampu berkontraksi dalam waktu yang lama, tidak mudah lelah, gerakannya berada dalam kendali saraf otonom (tidak sadar), banyak dijumpai di lambung, usus, indung telur paru-paru, dan pembuluh darah.



c.       Otot Jantung
Terdiri dari serabut otot yang bercabang-cabang dan berinti banyak. Kerja otot jantung kontraksinya dipengaruhi oleh saraf tidak sadar. Otot jantung terus berkontraksisepanjang waktu dengan gerakan yang teratur berirama dalam memompa darah keseluruh tubuh. Denyut jantung disebabkan kontraksi otot jantung secara normal. Pada orang dewasa berlangsung 72 kali setiap menit. Setiap berkontraksi sangat memerlukan oksigen yang cukup. Bila jantung tidak mendapat oksigen selama 30 detik saja, kontraksi jantung akan berhenti.

D.    JENIS FRAKTUR
1.Berdasarkan sifat fraktur
a.Fraktur tertutup
   Apabila fagmen tulang yang patah tidak tampak dari luar
b. Fraktur terbuka
   Apabila fragmen tulang yang patah tampak dari luar
1.      Derajat I
Luka < 1 cm, kerusakan jaringan lunak sedikit dan tidak ada tanda luka remuk
2.      Derajat II
Laserasi > 1 cm, kerusakan jaringan lunak, flap/avulsi
3.      Derajat III
Kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot, dan neurovaskular serta kontaminasi derajat tinggi.

2. Berdasarkan komplit / tidak komplit fraktur
a.  Fraktur komplit
Patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran bergeser dari posisi normal)
b.   Fraktur inkomplit
   Patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang
Misal : Hair line fraktur,  Green stick(fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang    sisi yang lain membengkok)
3. Berdasarkan bentuk garis patah & hubungan dengan mekanisme tauma
a. Fraktur transversal
    Arah melintang dan merupakan akibat trauma angulasi / langsung
b.   Fraktur oblik
Arah garis patah membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat dari   trauma langsung
c.    Fraktur spiral
Arah garis patah spiral dan akibat dari trauma rotasi
d.   Fraktur kompresi
Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang)
4. Istilah lain
a. Fraktur komunitif
    Fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen
b.   Fraktur depresi
Fraktur dengan bentuk fragmen terdorong ke dalam (sering terjadi pada tulang tengkorak dan tulang wajah).

c.    Fraktur patologik
Fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang, tumor, metastasis  tulang).
d.   Fraktur avulsi
    Tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendon pada perlekatannya.

E.     ETIOLOGI
Beberapa penyebab dari fraktur diantaranya :
1.    Trauma langsung/ direct trauma, yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat ruda paksa (misalnya benturan, pukulan yang mengakibatkan patah tulang, cedera;jatuh/kecelakaan).
2.    Trauma yang tak langsung/ indirect trauma, yaitu terkena bukan pada bagian langsung yang terkena trauma. misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat terjadi fraktur pada pegelangan tangan.
3.    Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu sendiri rapuh/ ada “underlying disesase” dan hal ini disebut dengan fraktur patologis, misalnya; osteoporosis, kanker tulang metastase.
4.    Penyebab lainnya, misalnya; Patah karena letih, Olahraga atau latihan yang berlebihan

D. MANIFESTASI KLINIK
            Tanda dan gejala yang dapat muncul pada klien dengan fraktur, diantaranya:
a.       Nyeri sedang sampai hebat dan bertambah berat saat digerakkan.
b.      Hilangnya fungsi pada daerah fraktur.
c.       Edema/bengkak dan perubahan warna local pada kulit akibat trauma yang mengikuti fraktur.
d.      Deformitas/kelainan bentuk.
e.       Rigiditas tulang/ kekakuan
f.       Krepitasi saat ekstremitas diperiksa dengan tangan teraba adanya derik tulang akibat gesekan fragmen satu dengan yang lain.
g.      Syok yang disebabkan luka dan kehilangan darah dalam jumlah banyak.

6.            PATOFISIOLOGI
Trauma merupakan penyebab mayoritas dari fraktur baik trauma karena kecelakaan bermotor maupun jatuh dari ketinggian menyebabkan rusak atau putusnya kontinuitas jaringan tulang. Selain itu keadaan patologik tulang seperti Osteoporosis yang menyebabkan densitas tulang menurun, tulang rapuh akibat ketidakseimbangan homeostasis pergantian tulang dan kedua penyebab di atas dapat mengakibatkan diskontinuitas jaringan tulang yang dapat merobek periosteum dimana pada dinding kompartemen tulang tersebut terdapat saraf-saraf sehingga dapat timbul rasa nyeri yang bertambah bila digerakkan. Fraktur dibagi 3 grade menurut kerusakan jaringan tulang. Grade I menyebabkan kerusakan kulit, Grade II fraktur terbuka yang disertai dengan kontusio kulit dan otot terjadi edema pada jaringan. Grade III kerusakan pada kulit, otot, jaringan saraf dan pembuluh darah.
Pada grade I dan II kerusakan pada otot/jaringan lunak dapat menimbulkan nyeri yang hebat karena ada spasme otot. Pada kerusakan jaringan yang luas pada kulit otot periosteum dan sumsum tulang yang menyebabkan keluarnya sumsum kuning yang dapat masuk ke dalam pembuluh darah sehingga mengakibatkan emboli lemak yang kemudian dapat menyumbat pembuluh darah kecil dan dapat berakibat fatal apabila mengenai organ-organ vital seperti otak jantung dan paru-paru, ginjal dan dapat menyebabkan infeksi. Gejala sangat cepat biasanya terjadi 24 sampai 72 jam. Setelah cidera gambaran khas berupa hipoksia, takipnea, takikardi. Peningkatan isi kompartemen otot karena edema atau perdarahan, mengakibatkan kehilangan fungsi permanen, iskemik dan nekrosis otot saraf sehingga menimbulkan kesemutan (baal), kulit pucat, nyeri dan kelumpuhan. Bila terjadi perdarahan dalam jumlah besar dapat mengakibatkan syok hipovolemik. Tindakan pembedahan penting untuk mengembalikan fragmen yang hilang kembali ke posisi semula dan mencegah komplikasi lebih lanjut. Selain itu bila perubahan susunan tulang dalam keadaan stabil atau beraturan maka akan lebih cepat terjadi proses penyembuhan fraktur dapat dikembalikan sesuai letak anatominya dengan gips.
Trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya 
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1)     Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
2)     Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.
7.            PEMERIKSAAN PENUNJANG
Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan pada klien dengan fraktur, diantranya:
a.       Foto rontgen biasanya bisa menunjukkan adanya patah tulang.
b.      CT scan atau MRI untuk bisa melihat dengan lebih jelas daerah yang mengalami kerusakan.
c.       Darah lengkap: HT meningkat (hemokonsentrasi), HB menurun (akibat adanya perdarahan).
d.      Arteriografi, bila diduga ada kerusakan pada vaskuler.
e.       Kreatinin, trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
f.       Golongan darah, dilakukan sebagai persiapan transfusi darah jika ada kehilangan darah yang  bermakna akibat cedera atau tindakan pembedahan.

8.            KOMPLIKASI
1)      Komplikasi Awal
a.             Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
b.      Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu kuat.
c.       Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.
d.      Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
e.           Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan  nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia.
f.       Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.

2)      Komplikasi Dalam Waktu Lama
a.       Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan supai darah ke tulang.
b.      Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.
c.       Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
9.            PENATALAKSANAAN MEDIK
a.       Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period). Kuman belum terlalu jauh meresap dilakukan:
1)    Pembersihan luka
2)    Exici
3)    Hecting situasi
4)    Antibiotik
b.      Seluruh Fraktur
1)      Rekognisis/Pengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya.
2)      Reduksi/Manipulasi/Reposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara optimun.Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah mengembalikan fragmen tulang pada kesejajaran­nya dan rotasfanatomis (brunner, 2001).
Reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi fraktur. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun prinsip yang mendasarinya tetap, sama. Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera mungkin untuk mencegah jaring­an lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus, roduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan.
Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur, pasien harus dipersiapkan untuk  menjalani prosedur; harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur, dan analgetika diberikan sesuai ketentuan. Mungkin perlu dilakukan anastesia. Ekstremitas yang akan dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut
Reduksi tertutup.  Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual.
Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan, sementara gips, biadi dan alat lain dipasang oleh dokter. Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang. Sinar‑x harus dilakukan untuk mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar.
Traksi. Traksi dapat digunakan untuk mendapat­kan efek reduksi dan imoblisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Sinar‑x digunakan untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang. Ketika tulang sembuh, akan terlihat pembentukan kalus pada sinar‑x. Ketika kalus telah kuat dapat dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobili­sasi.
Reduksi Terbuka. Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat paku, atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi. Alat ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang, alat tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang.
3)      OREF
 Penanganan intraoperatif pada fraktur terbuka derajat III yaitu dengan cara reduksi terbuka diikuti fiksasi eksternal (open reduction and external fixation=OREF) sehingga diperoleh stabilisasi fraktur yang baik. Keuntungan fiksasi eksternal adalah memungkinkan stabilisasi fraktur sekaligus menilai jaringan lunak sekitar dalam masa penyembuhan fraktur. Penanganan pascaoperatif yaitu perawatan luka dan pemberian antibiotik untuk mengurangi risiko infeksi, pemeriksaan radiologik serial, darah lengkap, serta rehabilitasi berupa latihan-latihan secara teratur dan bertahap sehingga ketiga tujuan utama penanganan fraktur bisa tercapai, yakni union (penyambungan tulang secara sempurna), sembuh secara anatomis (penampakan fisik organ anggota gerak; baik, proporsional), dan sembuh secara fungsional (tidak ada kekakuan dan hambatan lain dalam melakukan gerakan)
4)      ORIF
ORIF adalah suatu bentuk pembedahan dengan pemasangan internal fiksasi pada tulang yang mengalami fraktur. Fungsi ORIF untuk mempertahankan posisi fragmen tulang agar tetap menyatu dan tidak mengalami pergeseran. Internal fiksasi ini berupa Intra Medullary Nail biasanya digunakan untuk fraktur tulang panjang dengan tipe fraktur tranvers.
Reduksi terbuka dengan fiksasi interna (ORIF=open reduction and internal fixation) diindikasikan pada kegagalan reduksi tertutup, bila dibutuhkan reduksi dan fiksasi yang lebih baik dibanding yang bisa dicapai dengan reduksi tertutup misalnya pada fraktur intra-artikuler, pada fraktur terbuka, keadaan yang membutuhkan mobilisasi cepat, bila diperlukan fiksasi rigid, dan sebagainya. Sedangkan reduksi terbuka dengan fiksasi eksterna (OREF=open reduction and external fixation) dilakukan pada fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak yang membutuhkan perbaikan vaskuler, fasiotomi, flap jaringan lunak, atau debridemen ulang. Fiksasi eksternal juga dilakukan pada politrauma, fraktur pada anak untuk menghindari fiksasi pin pada daerah lempeng pertumbuhan, fraktur dengan infeksi atau pseudoarthrosis, fraktur kominutif yang hebat, fraktur yang disertai defisit tulang, prosedur pemanjangan ekstremitas, dan pada keadaan malunion dan nonunion setelah fiksasi internal. Alat-alat yang digunakan berupa pin dan wire (Schanz screw, Steinman pin, Kirschner wire) yang kemudian dihubungkan dengan batang untuk fiksasi. Ada 3 macam fiksasi eksternal yaitu monolateral/standar uniplanar, sirkuler/ring (Ilizarov dan TaylorSpatial Frame), dan fiksator hybrid. Keuntungan fiksasi eksternal adalah memberi fiksasi yang rigid sehingga tindakan seperti skin graft/flapbone graft, dan irigasi dapat dilakukan tanpa mengganggu posisi fraktur. Selain itu, memungkinkan pengamatan langsung mengenai kondisi luka, status neurovaskular, dan viabilitas flap dalam masa penyembuhan fraktur. Kerugian tindakan ini adalah mudah terjadi infeksi, dapat terjadi fraktur saat melepas fiksator, dan kurang baik dari segi estetikPenanganan pascaoperatif meliputi perawatan luka dan pemberian antibiotik untuk mengurangi risiko infeksi, pemeriksaan radiologik serial, darah lengkap, serta rehabilitasi. Penderita diberi antibiotik spektrum luas untuk mencegah infeksi dan dilakukan kultur pus dan tes sensitivitas. Diet yang dianjurkan tinggi kalori tinggi protein untuk menunjang proses penyembuhan.Rawat luka dilakukan setiap hari disertai nekrotomi untuk membuang jaringan nekrotik yang dapat menjadi sumber infeksi. Pada kasus ini selama follow-up ditemukan tanda-tanda infeksi jaringan lunak dan tampak nekrosis pada tibia sehingga direncanakan untuk debridemen ulang dan osteotomi. Untuk pemantauan selanjutnya dilakukan pemeriksaan radiologis foto femur dan cruris setelah reduksi dan imobilisasi untuk menilai reposisi yang dilakukan berhasil atau tidak. Pemeriksaan radiologis serial sebaiknya dilakukan 6 minggu, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan sesudah operasi untuk melihat perkembangan fraktur. Selain itu dilakukan pemeriksaan darah lengkap rutin
5)      Retensi/Immobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara optimun.
Imobilisasi fraktur. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. ­Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalut­an, gips, bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
6)      Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi.  Segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan. Status neurovaskuler (mis. pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan) dipantau, dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera bila ada tanda gangguan neurovaskuler. Kegelisahan, ansietas dan keti­daknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis. meyakinkan, perubahan posisi, strategi peredaan nyeri, termasuk analgetika). Latihan isometrik dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah. Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari‑hari diusahakan untuk memperbaiki ke­mandirian fungsi dan harga‑diri. Pengembalian bertahap pada aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika. Biasanya, fiksasi interna memungkinkan mobilisasi lebih awal. Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas fiksasi fraktur, menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang diperbolehkan, dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan.

10.          PATHWAY
Terlampir

                                                                                                                    
11.           Asuhan Keperawatan
1)                                                      Pengkajian
v Pre Operasi
a.       Pola persepsi kesehatan-pemeliharaan kesehatan
-          Kegiatan yang beresiko cidera.
-          Riwayat penyakit yang menyebabkan jatuh.
-          Kebiasaan beraktivitas tanpa pengamanan.
b.      Pola nutrisi metabolik
-          Adanya gangguan pola nafsu makan karena nyeri.
-          Observasi terjadinya perdarahan pada luka dan perubahan warna kulit di sekitar luka, edema.
c.       Pola eliminasi
-          Konstipasi karena imobilisasi
d.      Pola aktivitas dan latihan
-          Kesemutan, baal
-          Ada riwayat jatuh atau terbentur ketika sedang beraktivitas
-          Tidak kuat menahan beban berat
-          Keterbatasan mobilisasi
-          Berkurangnya atau tidak terabanya denyut nadi pada daerah distal injury, lambatnya kapiler refill tim
e.       Pola tidur dan istirahat
-          Tidak bisa tidur karena kesakitan
-          Sering terbangun karena kesakitan
f.       Pola persepsi kognitif
-          Nyeri pada daerah fraktur
-          Kesemutan dan baal pada bagian distal fraktur
-          Paresis, penurunan atau kehilangan sensasi
g.      Pola persepsi dan konsep diri
-          Rasa khawatir akan dirinya karena tidak dapat beraktivitas seperti keadaan sebelumnya
h.      Pola peran dan hubungan dengan sesama
-          Merasa tidak ditolong
-          Kecemasan akan tidak melakukan peran seperti biasanya

v  Post Operasi
a.       Pola persepsi kesehatan-pemeliharaan kesehatan
-          Kegiatan yang beresiko cidera.
-          Pengetahuan pasien tentang perawatan luka di rumah
b.      Pola nutrisi metabolik
-          Adanya gangguan pola nafsu makan karena nyeri.
c.       Pola eliminasi
-          Konstipasi karena imobilisasi
d.      Pola aktivitas dan latihan
-          Keterbatasan beraktivitas
-          Hilangnya gerakan atau sensasi spasme otot
-          Baal atau kesemutan
-          Pembengkakan jaringan atau masa hematoma pada sisi cedera
-          Perdarahan, perubahan warna
e.       Pola tidur dan istirahat
-          Tidak bisa tidur karena kesakitan luka operasi
-          Sering terbangun karena kesakitan
f.       Pola persepsi kognitif
-          Keluhan lokasi, intensitas dan karakteristik nyeri
-          Nyeri pada luka operasi
-          Tidak adanya nyeri akibat kerusakan saraf
-          Pembengkakan, perdarahan, perubahan warna
g.      Pola persepsi dan konsep diri
-          Rasa khawatir akan dirinya Karena tidak dapat beraktivitas seperti keadaan sebelumnya
h.      Pola peran dan hubungan dengan sesama
-          Merasa tidak tertolong
-          Kecemasan akan tidak melakukan peran seperti

2)      Diagnosa Keperawatan
Ø  Pre Operasi
a.       Nyeri berhubungan dengan spasme otot, kerusakan sekunder pada fraktur, edema.
b.      Imobilisasi fisik berhubungan dengan cidera jaringan sekitar/fraktur.
c.       Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan fraktur terbuka dan kerusakan jaringan lunak.
d.      Cemas berhubungan dengan prosedur pengobatan.
e.       Resiko tinggi disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan/interupsi aliran darah: cedera vaskuler langsung, edema, pembentukan trombus.
f.       Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka.
g.      Resiko tinggi embolik lemak berhubungan dengan fraktur tulang panjang.

Ø Post Operasi
a.       Nyeri berhubungan dengan proses pembedahan.
b.      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma jaringan post pembedahan.
c.       Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan imobilisasi.
d.      Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka operasi.
e.       Ketidakefektifan regimen terapeutik berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang perubahan tingkat aktivitas yang boleh dilakukan dan perawatannya saat di rumah.

3)                                                         Rencana Keperawatan
v  Pre Operasi
a.       Nyeri berhubungan dengan spasme otot, kerusakan sekunder pada fraktur, edema.
HYD:    Nyeri berkurang sampai hilang ditandai dengan:
-          Intensitas nyeri 2-3
-          Ekspresi wajah rileks
-          Tidak merintih
Rencana Tindakan:
1)      Kaji lokasi nyeri dan intensitas nyeri.
Rasional:   Mengetahui tindakan yang dilakukan selanjutnya.
2)      Pertahankan imobilisasi pada bagian yang sakitnya.
Rasional:   Mengurangi nyeri
3)      Ajarkan teknik relaksasi.
Rasional:   Mengurangi nyeri pada saat nyeri timbul.
4)      Jelaskan prosedur sebelum melakukan tindakan.
Rasional:   Mempersiapkan pasien untuk lebih kooperatif.
5)      Beri posisi yang tepat secara berhati-hati pada area fraktur.
Rasional:   Meminimalkan nyeri, mencegah perpindahan tulang.
6)      Beri kesempatan untuk istirahat selama nyeri berlangsung.
Rasional:   Untuk mengurangi nyeri.
7)      Kolaborasi dalam pemberian terapi medik: analgetik.
Rasional:   Mengatasi nyeri.

b.      Imobilisasi fisik berhubungan dengan cidera jaringan sekitar/fraktur.
HYD:    Pasien dapat melakukan aktivitas secara mandiri dalam waktu bertahap ditandai dengan: higiene perseorangan, nutrisi dan eliminasi terpenuhi dengan bantuan.
Rencana Tindakan:
1)      Kaji tingkat kemampuan aktivitas pasien.
Rasional:   Menentukan intervensi yang tepat sesuai dengan kebutuhan pasien.
2)      Bantu pasien untuk memenuhi kebutuhannya yang tidak dapat dilakukan secara mandiri.
Rasional:   Mengurangi nyeri dan semakin parahnya fraktur.
3)      Dekatkan barang-barang yang dibutuhkan pasien.
Rasional:   Meningkatkan kemandirian pasien.
4)      Perhatian dan bantu personal higiene.
Rasional:   Mencegah komplikasi dan kerusakan integritas kulit.
5)      Ubah posisi secara periodik sejak 2 jam sekali.
Rasional:   Mencegah komplikasi dekubitus.
6)      Libatkan keluarga dalam memberikan asuhan kepada pasien.
Rasional:   Memberi motivasi pada pasien.
7)      Kolaborasi pemberian analgetik.
Rasional:   Mencegah nyeri yang berlebihan.

c.       Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan fraktur terbuka dan kerusakan jaringan lunak.
HYD:    Tidak ada tanda-tanda infeksi ditandai dengan:
-          Suhu normal 36-37oC
-          Tidak ada kemerahan, tidak ada edema, luka bersih.
Rencana Tindakan:
1)      Observasi TTV terutama suhu.
Rasional:   Peningkatan suhu menunjukkan adanya infeksi.
2)      Jaga daerah luka tetap bersih dan kering.
Rasional:   Luka yang kotor dan basah merupakan media yang baik untuk mikroorganisme berkembang biak.
3)      Tutup daerah yang luka dengan kasa steril/balutan bersih.
Rasional:   Mencegah kuman/mikroorganisme masuk.
4)      Rawat luka dengan teknik aseptik.
Rasional:   Mencegah mikroorganisme berkembang biak.
5)      Kolaborasi dengan medik untuk pemberian antibiotik.
Rasional:   Menghambat pertumbuhan mikroorganisme.


d.      Cemas berhubungan dengan prosedur pengobatan.
HYD:    Cemas berkurang ditandai dengan:
-          Pasien mengerti penjelasan yang diberikan oleh perawat mengenai pengobatan.
-          Pasien kooperatif saat dilakukan perawatan.
-          Pasien dapat mengungkapkan perasaan cemas.
Rencana Tindakan:
1)      Kaji tingkat kecemasan.
Rasional:   Mengidentifikasi intervensi selanjutnya.
2)      Observasi tanda-tanda vital.
Rasional:   Mengidentifikasi tingkat kecemasan.
3)      Jelaskan pada pasien prosedur pengobatan.
Rasional:   Mengurangi tingkat kecemasan pasien.
4)      Berikan lingkungan yang nyaman.
Rasional:   Lingkungan yang nyaman dapat mengurangi tingkat kecemasan.
5)      Libatkan keluarga dalam memberikan support.
Rasional:   Memberi dukungan dan mengurangi rasa cemas pasien.

e.       Resiko tinggi disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan/interupsi aliran darah: cedera vaskuler langsung, edema, pembentukan trombus.
HYD:    Mempertahankan perfusi jaringan ditandai dengan:
-          Terabanya nadi, kulit hangat atau kering, tanda vital stabil.
Rencana Tindakan:
1)      Observasi nadi perifer distal terhadap cidera melalui palpasi. Bandingkan dengan ekstremitas yang sakit.
Rasional:   Penurunan/tak adanya nadi dapat menggambarkan cedera vaskuler dan perlunya evaluasi medik segera terhadap status sirkulasi.
2)      Kaji aliran kapiler, warna kulit, dan kehangatan distal pada fraktur.
Rasional:   Warna kulit putih menunjukan gangguan arterial.
3)      Lakukan pengkajian neuromuskuler, minta pasien untuk melokalisasi nyeri.
Rasional:   Gangguan perasaan kebas, kesemutan, peningkatan/ penyebaran nyeri terjadi bila sirkulasi pada saraf tidak adekuat atau saraf rusak.
4)      Beri motivasi untuk melakukan latihan pada ekstremitas yang cedera.
Rasional: Meningkatkan sirkulasi dan menurunkan pengumpulan darah khususnya pada ekstremitas bawah.      
5)      Awasi tanda vital, perhatikan tanda-tanda pucat/sianosis umum, kulit dingin, perubahan mental.
Rasional:   Ketidakadekuatan volume sirkulasi akan mempengaruhi sistem perfusi jaringan.

f.       Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka.
HYD:    Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu/penyembuhan lesi terjadi.
Rencana Tindakan:
1)      Kaji kulit pada luka terbuka, benda asing, kemerahan, perdarahan, perubahan warna, kelabu, memutih.
Rasional:   Memberikan informasi tentang sirkulasi kulit dan masalah yang mungkin disebabkan oleh alat dan atau pemasangan gips/bebat atau traksi.
2)      Observasi tanda-tanda vital.
Rasional:   Peningkatan terutama suhu merupakan tanda-tanda infeksi.
3)      Masase kulit dan penonjolan tulang. Pertahankan tempat tidur kering dan bebas kerutan.
Rasional:   Menurunkan tekanan pada area yang peka dan risiko abrasi/kerusakan kulit.
4)      Letakkan bantalan pelindung di bawah kaki dan di atas tonjolan tulang.
Rasional: Meminimalkan tekanan pada area ini.        
5)      Ubah posisi tidur secara periodik tiap 2 jam.
Rasional:   Meminimalkan resiko kerusakan kulit.

g.      Resiko tinggi embolik lemak berhubungan dengan fraktur tulang panjang.
HYD:   
Rencana Tindakan:
1)      Monitor perubahan status mental yang disebabkan oleh hipoksemia: gejala dari distress pernafasan akut seperti: kegelisahan, konfusi, nyeri dada, takipnea, sianosis, dispnea, takikardi.
Rasional: Mengidentifikasi keadaan fisik pasien.      
2)      Jika ada indikasi, kaji O2 saturasi dengan oksimetri.
Rasional:   Mengidentifikasi intervensi selanjutnya.
3)      Pertahankan imobilisasi pada daerah yang fraktur.
Rasional:   Mengurangi terjadinya emboli lemak.
4)      Berikan oksigen bila ada indikasi.
Rasional:   Memenuhi kebutuhan O2.

v  Post Operasi
a.       Nyeri berhubungan dengan proses pembedahan.
HYD:    Nyeri berkurang sampai hilang ditandai dengan:
-          Intensitas nyeri 0-2.
-          Ekspresi wajah rileks.
Rencana Tindakan:
1)      Kaji lokasi dan intensitas nyeri.
Rasional:   Mengetahui intervensi yang dilakukan selanjutnya.
2)      Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit.
Rasional:   Menghilangkan nyeri.
3)      Tinggikan ekstremitas yang fraktur.
Rasional:   Menurunkan rasa nyeri.
4)      Anjurkan teknik relaksasi nafas dalam.
Rasional: Mengurangi nyeri.
5)      Observasi TTV tiap 4 jam.
Rasional:   Peningkatan TTV menunjukkan adanya rasa nyeri.
6)      Kolaborasi dalam memberikan terapi analgetik.
Rasional:   Mengurangi nyeri.

b.      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma jaringan post pembedahan.
HYD:    Kulit kembali utuh ditandai dengan:
-          Luka jahitan dapat tertutup.
Rencana Tindakan:
1)      Kaji kulit untuk luka terbuka.
Rasional:   Mengontrol perkembangan mikroorganisme di daerah luka.
2)      Bantu ubah posisi.
Rasional:   Mencegah luka tekan.
3)      Masase kulit dan penonjolan tulang.
Rasional:   Mencegah luka tekan.
4)      Bersihkan kulit dengan sabun dan air bila menggunakan traksi.
Rasional: Mengurangi perkembangan mikroorganisme.

c.       Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan imobilisasi.
HYD:    Mempertahankan mobilitas fisik ditandai dengan:
-          Pasien mau beraktivitas secara perlahan.
Rencana Tindakan:
1)      Kaji derajat mobilitas yang dapat dilakukan.
Rasional:   Untuk menyusun rencana selanjutnya.
2)      Bantu untuk mobilisasi menggunakan kursi roda/tongkat.
Rasional:   Mempercepat proses penyembuhan.
3)      Bantu dalam higiene perorangan.
Rasional:   Meningkatkan kesehatan diri.
4)      Ubah posisi secara periodik.
Rasional: Menurunkan komplikasi lesi kulit.

d.      Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka operasi.
HYD:    Infeksi tidak terjadi ditandai dengan:
-          Pasien tidak mengalami infeksi tulang
-          Suhu tubuh normal antara 36-37oC
Rencana Tindakan:
1)      Observasi TTV.
Rasional:   Peningkatan TTV menunjukkan adanya infeksi.
2)      Rawat luka operasi dengan teknik antiseptik.
Rasional:   Mencegah dan menghambat berkembang biaknya bakteri.
3)      Tutup daerah luka dengan kasa steril.
Rasional:   Kasa steril menghambat masuknya kuman ke dalam tubuh.
4)      Jaga daerah luka operasi tetap bersih dan kering.
Rasional: Luka yang kotor dan basah menjadi media yang baik bagi berkembang biaknya bakteri.
5)      Beri terapi antibiotik sesuai program medik.
Rasional:   Antibiotik menghambat berkembang biaknya bakteri.

e.       Ketidakefektifan regimen terapeutik berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang perubahan tingkat aktivitas yang boleh dilakukan dan perawatannya saat di rumah.
HYD:    Pasien dapat mengetahui aktivitas yang boleh dilakukan dan perawatannya saat di rumah.
Rencana Tindakan:
1)      Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang penatalaksanaan perawatan di rumah.
Rasional:   Menilai tingkat pengetahuan pasien tentang penatalaksanaan di rumah.
2)      Anjurkan pasien untuk melakukan latihan aktif dan pasif secara teratur.
Rasional:   Dapat mencegah terjadinya kontraktur pada tulang.
3)      Beri kesempatan pada pasien untuk dapat bertanya.
Rasional:   Hal yang kurang jelas dapat diklarifikasikan kembali.
4)      Anjurkan pasien untuk mentaati terapi dan kontrol tepat waktu.
Rasional: Mencegah keadaan yang dapat memperburuk keadaan fraktur.


DAFTAR PUSTAKA

Brunner  and Suddarth, 2000, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol. 3, EGC, Jakarta
Corwin, Elizabeth J., 2000. Buku Saku Patofisiologi, EGC, Jakarta
Doengus E. Marilynn., 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta
Mansjoer, Arif., 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga, Jilid 2, Media Aesculapiu, Jakarta
Price, Sylvia Anderson., 1995, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 4, vol 2, EGC, Jakarta
Sutedjo, AY., 2008, Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan Laboratarium,  Amara Books, Jakarta


No comments:

Post a Comment