ASKEP DERMATITIS
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh manusia mebungkus
otot-otot dan organ dalam. Kulit berfungsi melindungi tubuh dari trauma dan
merupakan benteng pertahanan terhadap bakteri. Kehilangan panas dan penyimpanan
panas diatur melalui vasodilatasi pembuluh-pembuluh darah kulit atau sekresi
kelenjar keringat. Organ-organ adneksa kulit seperti kuku dan rambut telah
diketahui mempunyai nilai-nilai kosmetik. Kulit juga merupakan sensasi raba,
tekan, suhu, nyeri, dan nikmat berkat jalinan ujung-ujung saraf yang saling
bertautan. Secara mikroskopis kulit terdiri dari tiga lapisan: pidermis,
dermis, dan lemak subkutan. Epidermis, bagian terluar dari kulit dibagi menjadi
dua lapisan utama yaitu stratum korneum dan stratum malfigi. Dermis terletak
tepat di bawah pidermis, dan terdiri dari serabut-serabut kolagen, elastin, dan
retikulin yang tertanam dalam substansi dasar. Matriks kulit mengandung
pembuluh-pembuluh darah dan saraf yang menyokong dan memberi nutrisi pada
epidermis yang sedang tumbuh. Juga terdapat limfosit, histiosit, dan leukosit
yang melindungi tubuh dari infeksi dan invasi benda-benda asing. Di bawah
dermis terdapat lapisan lemak subcutan yang merupakan bantalan untuk kulit,,
isolasi untuk pertahankan suhu tubuh dan tempat penyimpanan energi.
Salah satu penyakit kulit yang paling sering dijumpai yakni
Dermatitis yang lebih dikenal sebagai eksim, merupakan penyakit kulit yang
mengalami peradangan. Dermatitis dapat terjadi karena bermacam sebab dan timbul
dalam berbagai jenis, terutama kulit yang kering. Umumnya enzim dapat
menyebabkan pembengkakan, memerah, dan gatal pada kulit. Dermatitis tidak
berbahaya, dalam arti tidak membahayakan hidup dan tidak menular. Walaupun
demikian, penyakit ini jelas menyebabkan rasa tidak nyaman dan amat mengganggu.
Dermatitis muncul dalam beberapa jenis, yang masing-masing memiliki indikasi
dan gejala Dermatitis yang muncul dipicu alergen (penyebab alergi) tertentu
seperti racun yang terdapat pada berbeda, antara lain dermatitis.
Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk membuat makalah
yang berjudul “Makalah Asuhan Keperawatan Pada klien dengan Dermatitis”.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Seperti
apakah anatomi fisiologi dermis?
1.2.2 Apa
yang di maksud dengan dermatitis?
1.2.3 Apa
saja etiologi dari dermatitis?
1.2.4 Bagaimanakah patofisiologi
dermatitis?
1.2.5 Bagaimana
manifestasi dermatitis?
1.2.6 Bagaimana
penatalaksanaannya?
1.2.7 Bagaimana
asuhan keperawatan dermatitis?
1.3 Tujuan
1.3.1 Menjelaskan
anatomi fisiologi dermis
1.3.2 Menjelaskan
definisi dari dermatitis
1.3.3 Menjelaskan
etiologi dari dermatitis
1.3.4 Menjelaskan
patofisiologi dari dermatitis
1.3.5 Menjelaskan
manifestasi dermatitis
1.3.6 Menjelaskan
bagaimana penatalaksanaan dari dermatitis
1.3.7 Menjelaskan
asuhan keperawatan pasien dermatitis
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi Fisiologi
Kulit merupakan pembatas tubuh dengan lingkungan sekitar
karena posisinya yang terletak di bagian paling luar. Luas kulit dewasa
1,5 m2 dengan berat kira-kira 15% berat badan.
Klasifikasi berdasar :
ü Warna :
o terang (fair skin), pirang, dan
hitam
o merah muda : pada telapak kaki dan tangan
bayi
o hitam kecokelatan : pada genitalia
orang dewasa
ü Jenisnya :
o Elastis dan longgar : pada
palpebra, bibir, dan preputium
o Tebal dan tegang : pada telapak
kaki dan tangan orang dewasa
o Tipis : pada wajah
o Lembut : pada leher dan badan
o Berambut kasar : pada kepala
Klik untuk perbesar gambar
|
Anatomi kulit secara histopatologik
Lapisan Epidermis (kutikel)
Klik gambar untuk perbesar
|
o Stratum Korneum (lapisan tanduk)
Lapisan kulit paling luar yang terdiri dari sel gepeng yang
mati, tidak berinti, protoplasmanya berubah menjadi keratin (zat tanduk)
o Stratum Lusidum
Terletak di bawah lapisan korneum, lapisan sel gepeng tanpa
inti, protoplasmanya berubah menjadi protein yang disebut eleidin. Lapisan ini
lebih jelas tampak pada telapak tangan dan kaki.
o Stratum Granulosum (lapisan keratohialin)
Merupakan 2 atau 3 lapis sel gepeng dengan sitoplasma
berbutir kasar dan terdapat inti di antaranya. Butir kasar terdiri dari
keratohialin. Mukosa biasanya tidak mempunyai lapisan ini.
o Stratum Spinosum (stratum Malphigi)
atau prickle cell layer (lapisan akanta )
Terdiri dari sel yang berbentuk poligonal, protoplasmanya
jernih karena banyak mengandung glikogen, selnya akan semakin gepeng bila
semakin dekat ke permukaan. Di antara stratum spinosum, terdapat jembatan antar
sel (intercellular bridges) yang terdiri dari protoplasma dan tonofibril atau
keratin. Perlekatan antar jembatan ini membentuk penebalan bulat kecil yang
disebut nodulus Bizzozero. Di antara sel spinosum juga terdapat pula sel
Langerhans.
o Stratum Basalis
Terdiri dari sel kubus (kolumnar) yang tersusun vertikal
pada perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar (palisade). Sel basal
bermitosis dan berfungsi reproduktif.
ü Sel kolumnar => protoplasma basofilik
inti lonjong besar, di hubungkan oleh jembatan antar sel.
ü Sel pembentuk melanin (melanosit) atau
clear cell => sel berwarna muda, sitoplasma basofilik dan inti gelap,
mengandung pigmen (melanosomes)
Lapisan Dermis (korium, kutis vera, true skin) =>
terdiri dari lapisan elastik dan fibrosa pada dengan elemen-elemen selular dan
folikel rambut.
o Pars Papilare
Bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut
saraf dan pembuluh darah.
o Pars Retikulare =>
bagian bawah yang menonjol ke subkutan.
Terdiri dari serabut penunjang seperti kolagen, elastin, dan
retikulin. Dasar (matriks) lapisan ini terdiri dari cairan kental asam
hialuronat dan kondroitin sulfat, dibagian ini terdapat pula fibroblas. Serabut
kolagen dibentuk oleh fibroblas, selanjutnya membentuk ikatan (bundel) yang
mengandung hidroksiprolin dan hidroksisilin. Kolagen muda bersifat elastin,
seiring bertambahnya usia, menjadi kurang larut dan makin stabil. Retikulin
mirip kolagen muda. Serabut elastin biasanya bergelombang, berbentuk amorf, dan
mudah mengembang serta lebih elastis.
Lapisan Subkutis (hipodermis)
Lapisan paling dalam, terdiri dari jaringan ikat longgar
berisi sel lemak yang bulat, besar, dengan inti mendesak ke pinggir sitoplasma
lemak yang bertambah. Sel ini berkelompok dan dipisahkan oleh trabekula yang
fibrosa. Lapisan sel lemak disebut dengan panikulus adiposa, berfungsi sebagai
cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat saraf tepi, pembuluh darah, dan getah
bening. Lapisan lemak berfungsi juga sebagai bantalan, ketebalannya berbeda
pada beberapa kulit. Di kelopak mata dan penis lebih tipis, di perut lebih
tebal (sampai 3 cm).
Vaskularisasi di kuli diatur pleksus superfisialis (terletak
di bagian atas dermis) dan pleksus profunda (terletak di subkutis)
FUNGSI KULIT
Fungsi Proteksi
Kulit punya bantalan lemak, ketebalan, serabut jaringan
penunjang yang dapat melindungi tubuh dari gangguan :
o fisis/ mekanis : tekanan, gesekan,
tarikan.
o kimiawi : iritan seperti lisol,
karbil, asam, alkali kuat
o panas : radiasi, sengatan sinar UV
o infeksi luar : bakteri, jamur
Beberapa macam perlindungan :
o Melanosit => lindungi kulit dari
pajanan sinar matahari dengan mengadakan tanning (penggelapan kulit)
o Stratum korneum impermeable
terhadap berbagai zat kimia dan air.
o Keasaman kulit kerna ekskresi
keringat dan sebum => perlindungan kimiawo terhadap infeksi bakteri maupun
jamur
o Proses keratinisasi => sebagai
sawar (barrier) mekanis karena sel mati melepaskan diri secara teratur.
Fungsi Absorpsi
Permeabilitas kulit terhadap O2, CO2, dan uap air
memungkinkan kulit ikut mengambil fungsi respirasi. Kemampuan absorbsinya
bergantung pada ketebalan kulit, hidrasi, kelembaban, metabolisme, dan jenis
vehikulum. PEnyerapan dapat melalui celah antar sel, menembus sel epidermis,
melalui muara saluran kelenjar.
Fungsi Ekskresi
Mengeluarkan zat yang tidak berguna bagi tubuh seperti NaCl,
urea, asam urat, dan amonia. Pada fetus, kelenjar lemak dengan bantuan hormon
androgen dari ibunya memproduksi sebum untuk melindungi kulitnya dari cairan
amnion, pada waktu lahir ditemui sebagai Vernix Caseosa.
Fungsi Persepsi
Kulit mengandung ujung saraf sensori di dermis dan subkutis.
Saraf sensori lebih banyak jumlahnya pada daerah yang erotik.
o Badan Ruffini di dermis dan
subkutis => peka rangsangan panas
o Badan Krause di dermis => peka
rangsangan dingin
o Badan Taktik Meissner di papila
dermis => peka rangsangan rabaan
o Badan Merkel Ranvier di epidermis
=> peka rangsangan rabaan
o Badan Paccini di epidemis =>
peka rangsangan tekanan
Fungsi Pengaturan Suhu Tubuh (termoregulasi)
Dengan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan (otot
berkontraksi) pembuluh darah kulit. Kulit kaya pembuluh darah sehingga mendapat
nutrisi yang baik. Tonus vaskuler dipengaruhi oleh saraf simpatis
(asetilkolin). Pada bayi, dinding pembuluh darah belum sempurna sehingga
terjadi ekstravasasi cairan dan membuat kulit bayi terlihat lebih edematosa
(banyak mengandung air dan Na)
Fungsi Pembentukan Pigmen
Karena terdapat melanosit (sel pembentuk pigmen) yang
terdiri dari butiran pigmen (melanosomes)
Fungsi Keratinisasi
Keratinosit dimulai dari sel basal yang mengadakan
pembelahan, sel basal yang lain akan berpindah ke atas dan berubah bentuknya
menjadi sel spinosum, makin ke atas sel makin menjadi gepeng dan bergranula
menjadi sel granulosum. Makin lama inti makin menghilang dan keratinosit
menjadi sel tanduk yang amorf. Proses ini berlangsung 14-21 hari dan memberi
perlindungan kulit terhadap infeksi secara mekanis fisiologik.
Fungsi Pembentukan Vitamin D
Kulit mengubah 7 dihidroksi kolesterol dengan pertolongan
sinar matahari. Tapi kebutuhan vit D tubuh tidak hanya cukup dari hal tersebut.
Pemberian vit D sistemik masih tetap diperlukan.
2.2 Definsi
Dermatitis adalah peradangan pada kulit ( inflamasi pada
kulit ) yang disertai dengan pengelupasan kulit ari ( Brunner dan Suddart, 2000
)
Dermatitis adalah peradangan kulit yang ditandai oleh rasa
gatal
Dermatitis adalah peradangan kulit epidermis dan dermis
sebagai respon terhadap pengaruh faktor eksogen atau faktor endogen,
menimbulkan kelainan klinis berubah eflo-resensi polimorfik (eritema,
edema,papul, vesikel, skuama, dan keluhan gatal). (Adhi Juanda,2005)
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis)
sebagai respon terhadap pengaruh faktor eksogen atau pengaruh faktor endogen,
menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema,
papul, vesikel, skuama) dan keluhan gatal (Djuanda, Adhi, 2005).
Dermatitis adalah peradangan pada kulit (imflamasi pada
kulit) yang disertai dengan pengelupasan kulit ari dan pembentukkan sisik
(Brunner dan Suddart 2000). Jadi dermatitis adalah peradangan kulit yang
ditandai oleh rasa gatal.
Dermatitis dapat terjadi karena bermacam sebab dan timbul dalam
berbagai jenis, terutama kulit yang kering. Umumnya enzim dapat menyebabkan
pembengkakan, memerah, dan gatal pada kulit. Dermatitis tidak berbahaya, dalam
arti tidak membahayakan hidup dan tidak menular. Walaupun demikian,
penyakit ini jelas menyebabkan rasa tidak nyaman dan amat mengganggu.
Dermatitis muncul dalam beberapa jenis, yang masing-masing memiliki indikasi
dan gejala Dermatitis yang muncul dipicu alergen (penyebab alergi)
tertentu seperti racun yang terdapat pada berbeda.
Dermatitis lebih dikenal sebagai eksim, merupakan
penyakit kulit yang mengalami peradangan.
· Jenis
Dermatitis
Dermatitis muncul dalam beberapa jenis, yang masing-masing
memiliki indikasi dan gejala berbeda:
1. Contact Dermatitis
Dermatitis kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh
bahan/substansi yang menempel pada kulit.
Terdapat 2 tipe dermatitis kontak yang disebabkan oleh zat
yang berkontak dengan kulit yaitu dermatitis kontak iritan dan dermatitis
kontak alergik.
a. Dermaitis Kontak
Iritan :
Kulit berkontak dengan zat iritan dalam waktu dan
konsentrasi cukup, umumnya berbatas relatif tegas. Paparan ulang akan
menyebabkan proses menjadi kronik dan kulit menebal disebut skin hardering.
b. Dermatitis Kontak
Alergik :
Batas tak tegas. Proses yang mendasarinya ialah reaksi
hipersensitivitas. Lokalisasi daerah terpapar, tapi tidak tertutup kemungkinan
di daerah lain.
Dermatitis yang muncul dipicu alergen (penyebab alergi)
tertentu seperti racun yang terdapat pada tanaman merambat atau detergen.
Indikasi dan gejala antara kulit memerah dan gatal. Jika memburuk, penderita
akan mengalami bentol-bentol yang meradang. Disebabkan kontak langsung
dengan salah satu penyebab iritasi pada kulit atau alergi. Contohnya sabun
cuci/detergen, sabun mandi atau pembersih lantai. Alergennya bisa berupa karet,
logam, perhiasan, parfum, kosmetik atau rumput.
2. Neurodermatitis
Peradangan kulit kronis, gatal, sirkumstrip, ditandai dengan
kulit tebal dan garis kulit tampak lebih menonjol(likenifikasi) menyerupai
kulit batang kayu, akibat garukan atau gosokan yang berulang-ulang karena
berbagai ransangan pruritogenik.
Timbul karena goresan pada kulit secara berulang, bisa
berwujud kecil, datar dan dapat berdiameter sekitar 2,5 sampai 25
cm. Penyakit ini muncul saat sejumlah pakaian ketat yang kita kenakan
menggores kulit sehingga iritasi. Iritasi ini memicu kita untuk menggaruk
bagian yang terasa gatal. Biasanya muncul pada pergelangan kaki, pergelangan
tangan, lengan dan bagian belakang dari leher.
3. Seborrheic Dermatitis
Kulit terasa berminyak dan licin; melepuhnya sisi-sisi dari
hidung, antara kedua alis, belakang telinga serta dada bagian
atas. Dermatitis ini seringkali diakibatkan faktor keturunan, muncul saat
kondisi mental dalam keadaan stres atau orang yang menderita penyakit saraf
seperti Parkinson.
4. Stasis Dermatitis
Merupakan dermatitis sekunder akibat insufisiensi kronik
vena(atau hipertensi vena) tungkai bawah. Yang muncul dengan adanya varises,
menyebabkan pergelangan kaki dan tulang kering berubah warna menjadi memerah
atau coklat, menebal dan gatal. Dermatitis muncul ketika adanya akumulasi
cairan di bawah jaringan kulit. Varises dan kondisi kronis lain pada kaki juga
menjadi penyebab.
5. Atopic Dermatitis
Merupakan keadaan peradangan kulit kronis dan resitif,
disertai gatal yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak,
sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi
pada keluarga atau penderita (D.A, rinitis alergik, atau asma bronkial).
Kelainan kulit berupa papul gatal yang kemudian mengalami ekskoriasi dan
likenifikasi, distribusinya dilipatan(fleksural).
Dengan indikasi dan gejala antara lain gatal-gatal, kulit
menebal, dan pecah-pecah. Seringkali muncul di lipatan siku atau belakang
lutut. Dermatitis biasanya muncul saat alergi dan seringkali muncul pada
keluarga, yang salah satu anggota keluarga memiliki asma. Biasanya dimulai
sejak bayi dan mungkin bisa bertambah atau berkurang tingkat keparahannya
selama masa kecil dan dewasa.
2.3 Etiologi
Penyebab dermatitis belum diketahui secara pasti. Sebagian
besar merupakan respon kulit terhadap agen-agen misal nya zat kimia, bakteri
dan fungi selain itu alergi makanan juga bisa menyebabkan dermatitis. Respon
tersebut dapat berhubungan dengan alergi.
(Arief Mansjoer.1998 ”Kapita selekta”)
b) Dalam ( endogen )
misalnya dermatitis atopik.
2.4 Patofisiologi
1. Dermatitis Kontak
Iritan
Pada dermatitis kontak iritan kelainan kulit timbul akibat
kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi maupun
fisik. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, dalam beberapa menit atau beberapa
jam bahan-bahan iritan tersebut akan berdifusi melalui membran untuk merusak
lisosom, mitokondria dan komponen-komponen inti sel. Dengan rusaknya membran
lipid keratinosit maka fosfolipase akan diaktifkan dan membebaskan asam arakidonik
akan membebaskan prostaglandin dan leukotrin yang akan menyebabkan dilatasi
pembuluh darah dan transudasi dari faktor sirkulasi dari komplemen dan system
kinin. Juga akan menarik neutrofil dan limfosit serta mengaktifkan sel mast
yang akan membebaskan histamin, prostaglandin dan leukotrin. PAF akan
mengaktivasi platelets yang akan menyebabkan perubahan vaskuler. Diacil
gliserida akan merangsang ekspresi gen dan sintesis protein. Pada dermatitis
kontak iritan terjadi kerusakan keratisonit dan keluarnya mediator- mediator.
Sehingga perbedaan mekanismenya dengan dermatis kontak alergik sangat tipis
yaitu dermatitis kontak iritan tidak melalui fase sensitisasi.
Ada dua jenis bahan iritan yaitu : iritan kuat dan iritan
lemah. Iritan kuat akan menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada
hampir semua orang, sedang iritan lemah hanya pada mereka yang paling rawan
atau mengalami kontak berulang-ulang. Faktor kontribusi, misalnya kelembaban
udara, tekanan, gesekan dan oklusi, mempunyai andil pada terjadinya kerusakan
tersebut.
ü Dermatitis Kontak Alergi
Pada dermatitis kontak alergi, ada dua fase terjadinya
respon imun tipe IV yang menyebabkan timbulnya lesi dermatitis ini yaitu :
· Fase
Sensitisasi
Fase sensitisasi disebut juga fase induksi atau fase aferen.
Pada fase ini terjadi sensitisasi terhadap individu yang semula belum peka,
oleh bahan kontaktan yang disebut alergen kontak atau pemeka. Terjadi bila
hapten menempel pada kulit selama 18-24 jam kemudian hapten diproses dengan
jalan pinositosis atau endositosis oleh sel LE (Langerhans Epidermal), untuk
mengadakan ikatan kovalen dengan protein karier yang berada di epidermis,
menjadi komplek hapten protein.
Protein ini terletak pada membran sel Langerhans dan
berhubungan dengan produk gen HLA-DR (Human Leukocyte Antigen-DR). Pada sel
penyaji antigen (antigen presenting cell).
Kemudian sel LE menuju duktus Limfatikus dan ke parakorteks Limfonodus regional dan terjadilah proses penyajian antigen kepada molekul CD4+ (Cluster of Diferantiation 4+) dan molekul CD3. CD4+berfungsi sebagai pengenal komplek HLADR dari sel Langerhans, sedangkan molekul CD3 yang berkaitan dengan protein heterodimerik Ti (CD3-Ti), merupakan pengenal antigen yang lebih spesifik, misalnya untuk ion nikel saja atau ion kromium saja. Kedua reseptor antigen tersebut terdapat pada permukaan sel T. Pada saat ini telah terjadi pengenalan antigen (antigen recognition).
Kemudian sel LE menuju duktus Limfatikus dan ke parakorteks Limfonodus regional dan terjadilah proses penyajian antigen kepada molekul CD4+ (Cluster of Diferantiation 4+) dan molekul CD3. CD4+berfungsi sebagai pengenal komplek HLADR dari sel Langerhans, sedangkan molekul CD3 yang berkaitan dengan protein heterodimerik Ti (CD3-Ti), merupakan pengenal antigen yang lebih spesifik, misalnya untuk ion nikel saja atau ion kromium saja. Kedua reseptor antigen tersebut terdapat pada permukaan sel T. Pada saat ini telah terjadi pengenalan antigen (antigen recognition).
Selanjutnya sel Langerhans dirangsang untuk mengeluarkan
IL-1 (interleukin-1) yang akan merangsang sel T untuk mengeluarkan IL-2.
Kemudian IL-2 akan mengakibatkan proliferasi sel T sehingga terbentuk primed me
mory T cells, yang akan bersirkulasi ke seluruh tubuh meninggalkan limfonodi
dan akan memasuki fase elisitasi bila kontak berikut dengan alergen yang sama.
Proses ini pada manusia berlangsung selama 14-21 hari, dan belum terdapat ruam
pada kulit. Pada saat ini individu tersebut telah tersensitisasi yang berarti
mempunyai resiko untuk mengalami dermatitis kontak alergik.
· Fase
elisitasi
Fase elisitasi atau fase eferen terjadi apabila timbul
pajanan kedua dari antigen yang sama dan sel yang telah tersensitisasi telah
tersedia di dalam kompartemen dermis. Sel Langerhans akan mensekresi IL-1 yang
akan merangsang sel T untuk mensekresi Il-2. Selanjutnya IL-2 akan merangsang
INF (interferon) gamma. IL-1 dan INF gamma akan merangsang keratinosit
memproduksi ICAM-1 (intercellular adhesion molecule-1) yang langsung beraksi
dengan limfosit T dan lekosit, serta sekresi eikosanoid. Eikosanoid akan
mengaktifkan sel mast dan makrofag untuk melepaskan histamin sehingga terjadi
vasodilatasi dan permeabilitas yang meningkat. Akibatnya timbul berbagai macam
kelainan kulit seperti eritema, edema dan vesikula yang akan tampak sebagai
dermatitis.
Proses peredaan atau penyusutan peradangan terjadi melalui
beberapa mekanisme yaitu proses skuamasi, degradasi antigen oleh enzim dan sel,
kerusakan sel Langerhans dan sel keratinosit serta pelepasan Prostaglandin
E-1dan 2 (PGE-1,2) oleh sel makrofag akibat stimulasi INF gamma. PGE-1,2
berfungsi menekan produksi IL-2R sel T serta mencegah kontak sel T dengan
keratisonit. Selain itu sel mast dan basofil juga ikut berperan dengan
memperlambat puncak degranulasi setelah 48 jam paparan antigen, diduga histamin
berefek merangsang molekul CD8 (+) yang bersifat sitotoksik. Dengan beberapa
mekanisme lain, seperti sel B dan sel T terhadap antigen spesifik, dan akhirnya
menekan atau meredakan peradangan.
ü Toleransi Imunologis
Struktur kimia, dosis dan cara penyajian dari suatu antigen
sangat menentukan potensi sensitivitasnya. Pada aplikasi pertama dari antigen
akan menggerakkan dua mekanisme yang berlawanan yaitu sensitisasi (pembentukan
T helper cell) dan toleransi imunitas spesifik (pembentukan T supresor cell).
Kedua keadaan imunologik ini selanjutnya dapat dimodifikasi oleh faktor-faktor
eksternal seperti pemberian glukokortikoid topikal atau sistemik, radiasi sinar
ultra violet dan riwayat dermatitis atopik. Apabila dosis tinggi dari antigen
disapukan secara epikutan maka dapat timbul toleransi.Kemungkinan oleh karena
sejumlah besar antigen menghindari sel Langerhans epidermal.
Toleransi imunologis dapat dirangsang oleh penggunaan bahan
kimia yang sejenis seperti propilgallat (antioksidan dalam makanan) dan
2-4-dinitro-1-klorobenzen terhadap dinitroklorobenzen (DNCB), akan dapat
menurunkan sensitivitas DNCB, bahkan dapat menjadi tidak responsive. Hal ini
disebut proses hardening (pengerasan). Namun proses hardening tidak timbul pada
setiap orang dan dapat hilang bila terjadi pemutusan hubungan dengan bahan
kontak alergen. Hiposensitisasi dapat dicapai dengan pemberian awal bahan
allergen berstruktur sejenis dalam dosis rendah yang kemudian ditingkatkan
secara bertahap. Hal ini dapat diterapkan pada sulfonamid dan poison ivy.
Akibatnya ambang rangsang untuk reaksi positif terhadap uji tempel akan
meningkat.
Namun keadaan desensitisasi penuh tidak dapat dicapai.
Hiposensitisasi merupakan keseimbangan antara sel efektor dan supresor. Keadaan
toleransi ini dapat dirusak oleh siklofosfamid yang secara selektif menghambat
sel supresor. Bila ini gagal secara teoritik dapat dilakukan induksi secara
intra vena sehingga timbul tolerans terhadap alergen yang diberikan. Menurut
Adam hal ini akan merangsang makrofag di limpa untuk membentuk sel T supresor dan
menimbulkan toleransi imunitas spesifik. Secara teoritik dapat timbul keadaan
quenching yaitu terjadinya potensiasi dari respon alergi dan iritan sehingga
kombinasi dari bahan-bahan kimia dapat menimbulkan efek pemedaman yaitu
berkurangnya ekspresi atau induksi sensitivitas.
2.5 Manifestasi Klinis
Dermatitis gejala bervariasi dengan segala bentuk kondisi
yang berbeda. Mulai dari ruam kulit ruam bergelombang atau termasuk lecet.
Meskipun setiap jenis dermatitis memiliki gejala yang berbeda, ada tanda-tanda tertentu
yang umum untuk mereka semua, termasuk kemerahan pada kulit, bengkak , gatal-gatal dan lesi kulit dan kadang-kadang berdarah dan
jaringan parut. Selain itu, daerah kulit yang muncul gejala-gejala cenderung
berbeda dengan setiap jenis dermatitis. Gejala-gejala dermatitis kontak
biasanya muncul di tempat di mana alergen masuk ke kontak dengan kulit. Selain
itu, gejala neurodermatitis terbatas ke area tunggal, sering leher , pergelangan
tangan , lengan , paha ataupergelangan
kaki .
Lebih jarang, gejala utama dari kondisi ini yang gatal kulit
mungkin muncul didaerah kelamin , seperti vulva atau skrotum . [4] Gejala
dermatitis jenis ini mungkin sangat intens dan dapat datang dan pergi.
Dermatitis kontak iritan biasanya lebih menyakitkan dari gatal.
Meskipun gejala dermatitis atopik bervariasi dari orang ke
orang, gejala yang paling umum adalah kering, gatal, kulit merah. Khas daerah
kulit yang terkena meliputi lipatan lengan, bagian belakang lutut , pergelangan tangan , wajah dantangan . Jarang mungkin ada retak di belakang telinga,
dan ruam berbagai lainnya pada setiap bagian tubuh. [5] Gatal
adalah gejala utama dari kondisi ini. Herpetiformis Dermatitis termasuk
gejala gatal, menyengat dan rasa panas.Papula dan vesikula biasanya hadir. The benjolan
merah kecil berpengalaman dalam hal ini jenis dermatitis biasanya sekitar 1 cm,
berwarna merah dan dapat ditemukan secara simetris dikelompokkan atau
didistribusikan pada atas atau bawah punggung, pantat , siku , lutut , leher, bahu ,
dan kulit
kepala . [
6] Kurang sering, ruam dapat muncul di dalam mulut atau
dekat rambut .
Gejala-gejala dermatitis seboroik di sisi lain, cenderung
muncul secara bertahap, dari atau berminyak scaling kering kulit kepala ( ketombe )
untuk rambut rontok . Dalam penyebab parah, jerawat dapat muncul di sepanjang garis rambut, belakang
telinga, di alis , di jembatan dari hidung , di sekitar hidung, di dada ,
dan di punggung atas. [7] Pada bayi baru lahir , kondisi tersebut
menyebabkan tebal dan berwarna kekuningan ruam kulit kepala, sering disertai
dengan ruam popok .
Perioral dermatitis mengacu pada bergelombang ruam merah di
sekitar mulut.
2.6 Penatalaksanaan
1. Kortikosteroid
Kortikosteroid mempunyai peranan penting dalam sistem imun.
Pemberian topikal akan menghambat reaksi aferen dan eferen dari dermatitis
kontak alergik. Steroid menghambat aktivasi dan proliferasi spesifik antigen.
Ini mungkin disebabkan karena efek langsung pada sel penyaji antigen dan sel T.
Pemberian steroid topikal pada kulit menyebabkan hilangnya molekul CD1 dan
HLA-DR sel Langerhans, sehingga sel Langerhans kehilangan fungsi penyaji
antigennya. Juga menghalangi pelepasan IL-2 oleh sel T, dengan demikian
profilerasi sel T dihambat. Efek imunomodulator ini meniadakan respon imun yang
terjadi dalam proses dermatitis kontak dengan demikian efek terapetik. Jenis
yang dapat diberikan adalah hidrokortison 2,5 %, halcinonid dan triamsinolon
asetonid. Cara pemakaian topikal dengan menggosok secara lembut. Untuk
meningkatan penetrasi obat dan mempercepat penyembuhan, dapat dilakukan secara
tertutup dengan film plastik selama 6-10 jam setiap hari. Perlu diperhatikan
timbulnya efek samping berupa potensiasi, atrofi kulit dan erupsi akneiformis.
2. Radiasi ultraviolet
Sinar ultraviolet juga mempunyai efek terapetik dalam
dermatitis kontak melalui sistem imun. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan
hilangnya fungsi sel Langerhans dan menginduksi timbulnya sel panyaji antigen
yang berasal dari sumsum tulang yang dapat mengaktivasi sel T supresor. Paparan
ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya molekul permukaan sel langehans
(CDI dan HLA-DR), sehingga menghilangkan fungsi penyaji antigennya. Kombinasi
8-methoxy-psoralen dan UVA (PUVA) dapat menekan reaksi peradangan dan imunitis.
Secara imunologis dan histologis PUVA akan mengurangi ketebalan epidermis,
menurunkan jumlah sel Langerhans di epidermis, sel mast di dermis dan
infiltrasi mononuklear. Fase induksi dan elisitasi dapat diblok oleh UVB.
Melalui mekanisme yang diperantarai TNF maka jumlah HLA- DR + dari sel
Langerhans akan sangat berkurang jumlahnya dan sel Langerhans menjadi tolerogenik.
UVB juga merangsang ekspresi ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans.
3. Siklosporin A
Pemberian siklosporin A topikal menghambat elisitasi dari
hipersensitivitas kontak pada marmut percobaan, tapi pada manusia hanya
memberikan efek minimal, mungkin disebabkan oleh kurangnya absorbsi atau
inaktivasi dari obat di epidermis atau dermis.
4. Antibiotika dan
antimikotika
Superinfeksi dapat ditimbulkan oleh S. aureus, S. beta dan
alfa hemolitikus, E. koli, Proteus dan Kandida spp. Pada keadaan superinfeksi
tersebut dapat diberikan antibiotika (misalnya gentamisin) dan antimikotika
(misalnya clotrimazole) dalam bentuk topikal.
5. Imunosupresif topikal
Obat-obatan baru yang bersifat imunosupresif adalah FK 506
(Tacrolimus) dan SDZ ASM 981. Tacrolimus bekerja dengan menghambat proliferasi
sel T melalui penurunan sekresi sitokin seperti IL-2 dan IL-4 tanpa merubah
responnya terhadap sitokin eksogen lain. Hal ini akan mengurangi peradangan
kulit dengan tidak menimbulkan atrofi kulit dan efek samping sistemik. SDZ ASM
981 merupakan derivat askomisin makrolatum yang berefek anti inflamasi yang
tinggi. Pada konsentrasi 0,1% potensinya sebanding dengan kortikosteroid
klobetasol-17-propionat 0,05% dan pada konsentrasi 1% sebanding dengan betametason
17-valerat 0,1%, namun tidak menimbulkan atrofi kulit. Konsentrasi yang
diajurkan adalah 1%. Efek anti peradangan tidak mengganggu respon imun sistemik
dan penggunaan secara topikal sama efektifnya dengan pemakaian secara oral.
6. Antihistamin
Maksud pemberian antihistamin adalah untuk memperoleh efek
sedatifnya. Ada yang berpendapat pada stadium permulaan tidak terdapat
pelepasan histamin. Tapi ada juga yang berpendapat dengan adanya reaksi
antigen-antobodi terdapat pembebasan histamin, serotonin, SRS-A, bradikinin dan
asetilkolin.
7. Kortikosteroid
Diberikan pada kasus yang sedang atau berat, secara peroral,
intramuskular atau intravena. Pilihan terbaik adalah prednison dan prednisolon.
Steroid lain lebih mahal dan memiliki kekurangan karena berdaya kerja lama.
Bila diberikan dalam waktu singkat maka efek sampingnya akan minimal. Perlu
perhatian khusus pada penderita ulkus peptikum, diabetes dan hipertensi. Efek
sampingnya terutama pertambahan berat badan, gangguan gastrointestinal dan
perubahan dari insomnia hingga depresi. Kortikosteroid bekerja dengan
menghambat proliferasi limfosit, mengurangi molekul CD1 dan HLA- DR pada sel
Langerhans, menghambat pelepasan IL-2 dari limfosit T dan menghambat sekresi
IL-1, TNF-a dan MCAF.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Anamnesa
Anamnesa yang dapat dilakukan pada klien adalah :
1. Identitas / Data
demografi
2. Riwayat penyakit
sekarang
3. Riwayat penyakit
dahulu
4. Aktifitas istirahat
5. Neurosensori
6. Nyeri/kenyamanan
7. Pembelajaran/pengajaran
Pemeriksaan Fisik
1. Kerusakan integritas kulit
b/d adanya lesi, perubahan pigmentasi, penebalan epidermis dan kekakuan
kulit.
2. Nyeri akut b/d agen
cedera fisik, adanya vesikel atau bula, erosi, papula, garukan berulang
3. Ganguan citra tubuh
b/d penyakit dermatitis.
3. Rencana Keperawatan
Ø Kerusakan integritas
kulit b/d adanya lesi, perubahan
pigmentasi, penebalan epidermis dan kekakuan kulit.
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan
diharapkan kondisi kulit klien menunjukkan perbaikan.
Kriteria hasil :
Klien akan mempertahankan kulit agar mempunyai hidrasi yang
baik dan turunnya peradangan, ditandai dengan:
· Mengungkapkan
peningkatan kenyamanan kulit.
· Berkurangnya
derajat pengelupasan kulit, berkurangnya kemerahan, berkurangnya lecet karena
garukan, penyembuhan area kulit yang telah rusak.
Intervensi :
a. Mandi paling
tidak sekali sehari selama 15 – 20 menit. Segera oleskan salep atau krim yang
telah diresepkan setelah mandi. Mandi lebih sering jika tanda dan gejala
meningkat.
Rasional : dengan mandi air akan meresap dalam saturasi
kulit. Pengolesan krim pelembab selama 2 – 4 menit setelah mandi untuk mencegah
penguapan air dari kulit.
b. Gunakan air hangat
jangan panas.
Rasional : air panas menyebabkan vasodilatasi yang akan
meningkatkan pruritus.
c. Gunakan sabun
yang mengandung pelembab atau sabun untuk kulit sensitive. Hindari mandi busa.
Rasional : sabun yang mengandung pelembab lebih sedikit
kandungan alkalin dan tidak membuat kulit kering, sabun kering dapat meningkatkan
keluhan.
Kolaborasi: oleskan/berikan salep atau krim yang telah
diresepkan 2 atau tiga kali per hari.
Rasional : salep atau krim akan melembabkan kulit.
Ø Nyeri b/d agen cedera fisik, adanya vesikel
atau bula, erosi, papula, garukan berulang.
Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan 3x24
jam, rasa nyeri pasien dapat berkurang
Kriteria Hasil:
· Melaporkan
nyeri berkurang/ terkontrol.
· Menunjukkan
ekspresi wajah/ postur tubuh rileks.
· Berpartisipasi
dalam aktivitas dan tidur atau istirahat dengan tepat.
Intervensi:
a. Observasi
keluhan nyeri, perhatikan lokasi atau karakter dan intensitas skala nyeri (0-10
)
Rasional: dapat mengidentifikasi terjadinya komplikasi
dan untuk intervensi selanjutnya.
b. Ajarkan tehnik
relaksasi progresif, nafas dalam guided imagery.
Rasional: membantu klien untuk mengurangi persepsi
nyeri atau mangalihkan perhatian klien dari nyeri.
Kolaborasi: Berikan obat sesuai indikasi topikal maupun
sistemik; pentoksifilin
Rasional: pemberian obat membantu mengurangi efek
peradangan.
Ø Ganguan citra tubuh b/d penyakit dermatitis
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan 3x24 jam
pengembangan peningkatan penerimaan diri pada klien tercapai.
Kriteria Hasil :
· Mengembangkan
peningkatan kemauan untuk menerima keadaan diri.
· Mengikuti
dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan diri.
· Melaporkan
perasaan dalam pengendalian situasi.
· Menguatkan
kembali dukungan positif dari diri sendiri.
· Mengutarakan
perhatian terhadap diri sendiri yang lebih sehat.
· Menggunakan
teknik penyembunyian kekurangan dan menekankan teknik untuk meningkatkan
penampilan.
Intervensi :
a. Kaji adanya
gangguan citra diri (menghindari kontak mata,ucapan merendahkan diri sendiri).
Rasional: Gangguan citra diri akan menyertai setiap
penyakit/keadaan yang tampak nyata bagi klien, kesan orang terhadap dirinya
berpengaruh terhadap konsep diri.
b. Identifikasi stadium
psikososial terhadap perkembangan.
Rasional: Terdapat hubungan antara stadium perkembangan,
citra diri dan reaksi serta pemahaman klien terhadap kondisi kulitnya.
c. Berikan
kesempatan pengungkapan perasaan.
Rasional: klien membutuhkan pengalaman didengarkan
dan dipahami.
d. Nilai rasa
keprihatinan dan ketakutan klien, bantu klien yang cemas mengembangkan
kemampuan untuk menilai diri dan mengenali masalahnya.
Rasional: Memberikan kesempatan pada petugas untuk
menetralkan kecemasan yang tidak perlu terjadi dan memulihkan realitas situasi,
ketakutan merusak adaptasi klien .
e. Dukung upaya
klien untuk memperbaiki citra diri , spt merias, merapikan.
Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan
sosialisasi.
f. Mendorong
sosialisasi dengan orang lain.
Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan
sosialisasi.
BAB 4
PENUTUP
4.2 Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan pada bab
sebelumnya dapat kita ambil sebuah kesimpulan bahwa penyakit
dermatitis merupakan peradangan kulit epidermis dan dermis sebagai respon
terhadap pengaruh faktor eksogen atau faktor endogen, menimbulkan kelainan
klinis pada kulit.
Kemudian asuhan keperawatan dilakukan sebagai upaya untuk
memenuhi kebutuhan dasar klien dan mengembalikan kondisi klien seoptimal
mungkin dengan cara memberikan beberapa tindakan dan perawatan secara
profesional.
4.2 Saran
a. Diharapkan
selalu menjaga kebersihan tubuh untuk menghindari penyakit dermatitis
b. Memberikan asuhan
keperawatan kepada klien yang mengalami penyakit dermatitis secara profesional
c. Memberikan
pendidkan kesehatan kepada masyarakat tentangkebersihan diri dan pola diet yang
baik.
Daftar Pustaka
Djuanda A, Djuanda S, Hamzah M, Aisah S editor. Ilmu
Penyakit Kulit dan kelamin. Edisi kedua. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia,1993
Leung DYM, Tharp M, Boguniewi CZ. Atopic Dermatitis. Dalam:
Friedbergin, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, Fitzpatrik
TB, ads. Fitzpatrik’s Dermatology In General Medicine. New York Mc Graw-Hill,
1999: 1464-80
Doenges,Marlyn.E dkk.2001.Rencana asuhan
keperawatan.Edisi:3.Jakarta:penerbit buku kedokteran,EGC
Kapita selekta kedokteran II.2001.Edisi 3.Jakarta:Media
Aesculapius
Google.co.id.Kata kunci “Askep Dermatitis”
No comments:
Post a Comment